Resmikan Stasi Jalan Salib, Uskup Agustinus Agus: Ini Menjadi Simbol Perdamaian

oleh -
Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus meresmikan pembangunan Stasi Jalan Salib di Kompleks Gua Maria. (Foto: Ist)

Mempawah, JENDELANASIONAL.ID – Pada Minggu 30 Oktober 2022, bertempat di Gua Maria Ratu Pencinta Damai Anjungan Keuskupan Agung Pontianak, Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus meresmikan pembangunan Stasi Jalan Salib di Kompleks Gua Maria. Stasi jalan salib tersebut merupakan buah dari pemerenungan dalam tentang peran Bunda Maria kepada Yesus Kristus.

Hal itu dituangkan Uskup Agustinus dalam setiap stasi jalan salib dengan ornamen yang tak biasa. Setiap Stasi dibangun dengan bentuk batang kayu raksasa dan dalam batang kayu tersebut ada patung-patung setiap peristiwa jalan salib.

Letak jalan salib tersebut persis di samping Gua Maria, tempat berdoa dengan mengelilingi rimbunnya hutan Anjungan.

Kompleks yang dingin itu kini ditata lebih elok oleh Uskup Agustinus. Bertepatan dengan bulan Oktober yang didedikasikan sebagai Bulan Rosario, Uskup Agustinus menegaskan bahwa peranan doa Rosario merupakan sebuah aktivitas doa suci yang dilantunkan umat Allah kepada Bunda Maria dengan memohon pertolongan doa Bunda.

Dalam Homilinya Uskup Agustinus menggarisbawahi bahwa alasan utama didirikan stasi jalan salib di Kompleks Gua Maria Anjungan adalah peranan Bunda Maria yang tak terlepas dari sosok Tuhan Yesus Kristus. Bunda Maria setia mendampingi peristiwa ke peristiwa hingga Tuhan Yesus bangkit dari makam.

Uskup Agustinus Agus bersama para imam dalam sebuah perayaan ekaristi. (Foto: Ist)

“Hal yang paling utama dari penghayatan pembangunan Stasi Jalan Salib di Kompleks Gua Maria ini karena peranan Bunda Maria yang setia mendampingi putranya hingga wafat dan sampai peristiwa kebangkitannya-pun Bunda Maria terlibat di dalamnya,” kata Uskup Agustinus.

 

Ibu, Inilah Anak-Mu

Pada kesempatan itu juga dilaksanakan misa penutupan Bulan Maria. Misa yang dilakukan pada 30 Oktober 2022 di Gua Maria tersebut dimulai pada pukul 10.00 WIB dan dihadiri antara lima ribu (5000) hingga enam ribu (6000) orang.

Sejak dari parkiran hingga Gua Maria dipadati para penziarah. Adapula berbagai stand makanan dan penjual peralatan rohani yang berderet dari awal gerbang hingga ujung mendekati tanjakan jalan ke Gua Maria.

Menurut Uskup Agustinus ingatan hangat tentang impresi peristiwa tersebut pernah terjadi sejak awal berdirinya Gua Maria Ratu Pencinta Damai Anjungan tersebut. ‘Memo’ dan simbol perdamaian penting harus menjadi ukiran damai yang bisa ‘terwariskan’ sampai saat ini.

 

Waktu itu, terjadi gerakan G30S PKI tahun 1965 yang berdampak terhadap situasi dan keamanan di Kalimantan Barat. Saat itu, pada 17 Oktober 1967 terjadi peristiwa yang dikenal dengan ‘konflik’ orang Dayak dan orang Tionghua yang berakibatkan banyak korban dan nyawa. Dengan kata lain terjadi pertumpahan darah dan tragedi ‘merah’ yang menyat hati.

Ukiran prasasti sejarah yang diletakan depan Gua Maria tentang peristiwa itu sengaja dibuat oleh Uskup Agustinus sebagai ‘warisan semangat damai’ yang tidak boleh terlupakan oleh umat Katolik Keuskupan Agung Pontianak.

Tepat pada 29 April 1973, Pastor Hieronymus Bumbun, OFMCap pada saat itu sebagai Vikjen Keuskupan Agung Pontianak, meresmikan dan memberkati Gua Maria Anjongan yang kemudian diberi nama Gua Maria Ratu Pencinta Damai.

Pemerenungan yang sama, Uskup Agustinus tuangkan dalam penghayatan pentingnya mendirikan stasi jalan Salib.

“Saat Yesus disalibkan, Yesus berkata kepada Ibu-nya, ‘Ibu inilah anak-anak mu (murid-muridnya)’. Dari sana tersirat bahwa Bunda Maria mewakili warisan suci tentang ke-ilahi-an Allah dalam dunia untuk membantu anak-anaknya yang berdevosi kepada Bunda mohon pertolongan doanya,” kata Uskup Agustinus dalam homilinya. ***