GKBRAy Paku Alam X: Matur Nuwun Batik Saya Bisa Sampai ke Tangan Paus

oleh -
Delegasi Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) Ke Vatikan berfoto bersama dengan GKBRAy Paku Alam X (kebaya biru) di Puro Pakualam, Yogyakarta, Selasa (31/01/2023). (Foto: Ist)

Yogyakarta, JENDELANASIONAL.ID – Salah satu tokoh pelestari batik dan wastra Nusantara Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu (GKBRAy) Adipati Paku Alam X mengungkapkan kebahagiaannya. Alasannya, salah satu batik tulis hasil karyanya yakni Ceplok Mangkara Latar Kawung bisa sampai ke tangan Paus Fransiskus di Vatikan dan bahkan dikenakannya.

Perasaan bahagia itu dikemukakannya saat menerima kunjungan delegasi Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) di Puro Pakualaman, Yogyakarta, Selasa siang (31/1/2023).

“Saya matur nuwun batik saya bisa sampai ke tangan Paus. Itu sungguh luar biasa sekali dan bagian dari sejarah. Sampai suami saya heran dan bertanya ‘kok bisa sih’, karena saya tidak bilang ke suami saya. Baru setelah ada beritanya yang viral, saya baru menceritakan bagaimana batik tulis saya bisa sampai di tangan Paus Fransiskus,” tutur Permaisuri Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta ini.

Delegasi PWKI dipimpin Mayong Suryolaksono, yang didampingi Penasihat sekaligus Pendiri PWKI AM Putut Prabantoro, disertai tim delegasi PWKI ke Vatikan, dan beberapa wartawan PWKI Yogyakarta.  Kunjungan ke Puro Pakualaman itu pada Selasa (31/01/2023) untuk melaporkan hasil kunjungan PWKI ke Vatikan termasuk diterima oleh Paus Fransiskus pada 16 November 2022.  Pertemuan yang diwarnai keceriaan itu,   dihadiri juga Rohaniwan yang pengamat budaya Rm Justinus Sulistiadi Pr,

“Cenderamata batik Ceplok Mangkara sudah kami sampaikan dan kami sematkan di pundak Paus dan beliau senang sekali menerimanya,” ujar Mayong Suryoleksono.

Untuk diketahui, batik tulis Ceplok Mangkara Latar Kawung menjadi salah satu cinderamata yang diserahkan Delegasi PWKI ke Vatikan kepada Paus Fransiskus. Selain batik karya GKBRAy Adipati Paku Alam X itu, juga ada gunungan wayang dari Sri Sultan Hamengku Buwono X, lukisan dan patung Maria Bunda Segala Suku dari Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Kardinal Suharyo,  serta buku karya Rm Sandro Peccati SX, misionaris Italia yang telah 60 tahun berkarya di Indonesia.

Pertemuan  siang menjelang sore itu, berlangsung dalam suasana sangat cair dan hangat. Bahkan tim delegasi sangat menikmati cerita menakjubkan tentang batik dan budaya Jawa.  GKBRAy Paku Alam yang merupakan putri asli Semarang itu, ia juga menunjukkan berbagai koleksi batik tulisnya kepada delegasi PWKI sambil menceritakan  proses pembuatan beserta makna filosofisnya.

Ia menjelaskan bahwa batik-batik  yang diciptakannya merupakan terjemahan dari naskah-naskah kuno yang ada di Puro Paku Alam, yang utama adalah tentang ajaran kepemimpinan, Astabrata.

“Astabrata itu adalah ajaran kepemimpinan dari Paku Alam II itu sudah ada sekitar 200 tahun lalu. Menurut saya ini ajaran yang bagus sekali untuk para pemimpin di masa sekarang. Oleh karena itu saya mensosialisasikan Astabrata itu melalui media batik, Kami semua membaca wasiat dari naskah aslinya dan kemudian menuangkan dalam bentuk gagasan dan diaplikasi dalam media batik. Setidaknya ajaran-ajaran luhur tentang kepemimpinan tidak akan hilang dan ini menjadi koleksi yang tidak ternilai,” tutur dia.

Menurut Gusti Putri, banyak orang yang belum tahu akan ajaran kepemimpinan Astabrata itu yang berasal dari 8 Dewa Lokapala (Penjaga Dunia). “Kalau saya cerita (soal Lokapala) bisa satu semester ini,” ucapnya.

“Untuk membantu menterjemahkan naskah-naskah kuno itu, saya dibantu dua tim besar yaitu tim kajian di perpustakaan dan tim pembatik,” ujar Gusti Putri yang  mulai membatik sejak jadi menantu Sri Paduka Paku Alam IX.

“Sebentar lagi saya mantu anak ketiga. Sudah saya siapkan juga batiknya,”sambung President of Traditional Textile Arts Society of South-East Asia (TTASEA) ini.

Dikenal konsisten dan gigih melestarikan batik dan wastra Nusantara lainnya dengan selalu mengenakan kain batik dan berkebaya saat tampil di depan publik, ia terus membatik karena batik memiliki nilai ekonomi tinggi.

Ia pun bercerita betapa mahal harga batik tulis kreasinya karena dibuat secara personal dalam proses yang panjang dan sangat detail. Pengerjaan untuk satu motif batik dapat memakan waktu enam bulan.

“Apalagi batik saya bolak-balik persis, sampai ke titik-titiknya,” ungkap Gusti Putri yang siang itu didampingi Mbak Anggie, asisten pribadinya.

Menurut Gusti Putri mahalnya batik tulis ciptaannya karena hanya tercipta sekali. “Kalaupun dibuat tiruannya, sentuhan garis dan warnanya pasti berbeda,” ujar Gusti Putri yang mulai melahirkan motif batik terinspirasi naskah kuno Pakualaman sejak 2009 ini.

Bagi suatu bangsa kehilangan kain tradisional itu sama seperti kehilangan satu tradisi. Karena itulah GKBRAy Paku Alam gigih dan konsisten mencintai batik. Selain membatik untuk “Kolekdol” (koleksi dan dol –dijual), ia juga berusaha mengangkat batik-batik yang hampir punah. Salah satunya batik Pandan Laut. “Karena yang menganyam adalah simbah-simbah yang sudah tua di Bantul,” terangnya.

Melihat kondisi tersebut, Gusti Putri berupaya agar para simbah pengrajin pandan laut  bisa naik kelas, salah satunya dengan membuat harga jual harus Rp 50 ribu.

“Para simbah ini sangat ngenes sekali, tiga hari atau 5 hari menganyam pandan laut hasilnya hanya Rp 20 ribu. Makanya saya berupaya harga jualnya minimal harus Rp 50 ribu dan saya berjuang untuk itu, ” ujar orang nomor satu di Puro Pakualaman itu.

Sebagai upaya lain, Gusti Putri juga menggelar lomba untuk melukis di atas tas pandan. “Saya akan adakan lomba itu di ajang ICRAFT tahun ini. Nanti hasilnya dijual atau dilelang,” katanya seraya menambahkan bahwa itu merupakan salah satu upaya membuat UMKM naik kelas.

Pada akhir pertemuan tersebut, delegasi PWKI menyerahkan Pigura berisi kliping berita dan foto-foto – termasuk momen Ketua Delegasi PWKI ke Vatikan Mayong Suryolaksono menaruh kain batik “Ceplok Mangkara Latar Kawung” karya KGBray Adipati Paku Alam X ke pundak Paus Fransiskus – saat kunjungan delegasi PWKI dalam audiensi umum di Basilika St Petrus, Rabu (16/11/2022)  lalu.  ***