Dapat Visa Masuk ke AS, Hikmahanto Minta Prabowo Tetap Hati-hati

oleh -
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. (Foto: ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Beberapa waktu lalu dikabarkan bahwa Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memperoleh visa untuk masuk ke Amerika Serikat.

Seperti diketahui, Amerika Serikat selama ini menolak memberikan visa berkunjung kepada Prabowo karena keterlibatannya pada masa lalu di Timor Timur.

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana mengatakan agar Prabowo harus hati-hati saat mengunjungi AS. “Pemerintah Indonesia wajib meminta jaminan agar Prabowo saat di AS tidak diseret oleh siapapun ke pengadilan, terutama korban atau keluarga korban Timor Timur yang bermukim di AS,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (9/10).

Perwakilan Indonesia di AS, kata Hikmahanto, juga harus mencermati kemungkinan adanya gugatan ke Prabowo baik sebelum maupun saat kedatangannya.

Dalam hukum AS, katanya, ada dua Undang-undang yang memungkinan warga negara asing untuk digugat atas tuduhan penyiksaan dan pembunuhan.

Dua undang-undang tersebut adalah Alien Tort Claims Act 1789 dan Torture Victim Protection Act 1992.

Berdasarkan Undang-undang ini korban atau keluarga korban yang mengalami penyiksaan dan pembantaian (extrajudicial killing) di luar AS dapat menggugat pelaku saat keberadaanya di AS. Gugatan diajukan untuk memperoleh ganti rugi.

Di masa lalu Sintong Panjaitan (1994) dan Johny Lumintang (2001) saat berada di AS mendapat surat panggilan untuk menghadap pengadilan. Merekapun mengambil keputusan untuk segera meninggalkan AS.

Kasus lain terjadi di Australia tahun 2007 ketika Sutiyoso sebagai Gubernur DKI diberikan panggilan oleh polisi untuk menghadap Pengadilan di New South Wales. Panggilan berkaitan dengan kasus kematian 5 jurnalis Australia yang dikenal sebagai Balibo 5.

Bahkan, kata Hikmahanto, Susilo Bambang Yudhoyono saat menjadi Presiden di tahun 2010 harus membatalakan kunjungannya ke Belanda. Saat itu RMS mengajukan tuntutan ke Pengadilan setempat agar SBY menghadap untuk mempertanggungjawabkan masalah HAM di Indonesia.

Pemerintah Indonesia meminta jaminan kepada pemerintah Belanda agar SBY aman dari tuntutan.

“Namun pemerintah Belanda tidak bisa memberikan jaminan tersebut sehingga kunjungan pun dibatalakan pada menit-menit terakhir,” ujarnya. (Ryman)