Di Era Reformasi BIN Perlu Jaga Hubungan Baik dengan Publik Melalui Komunikasi

oleh -
Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Fadli Zon dan Fahri Hamzah kembali menghiasi media massa. Kali ini Fadli Zon dan Fahri Hamzah mengkritik Juru Bicara BIN yang menyebutkan bahwa BIN sudah mengantongi dalang dibalik demo tolak Omnibus Law Cipta Kerja.

Fadli Zon mengaku heran, institusi BIN menggunakan Juru Bicara. Menurut dia, BIN tidak ada jubirnya, apalagi sampai umumkan informasi ke publik. Tugas BIN hanya melaporkan informasi itu ke Presiden.

Senada dengan Fadli Zon, Fahri Hamzah menyebutkan BIN tidak dibolehkan menyiarkan informasi intelijen kepada publik. BIN tugasnya hanya memberikan informasi kepada Presiden (sebagai single user). BIN harus disiplin dengan prinsip kerja intelijen di negara demokrasi.

Terkait kritik tersebut, pengamat intelijen Stanislaus Riyanta menyebutkan bahwa tidak masalah lembaga intelijen mempunyai Juru Bicara dan berkomunikasi dengan publik.

“Beberapa lembaga intelijen milik negara lain juga mempunyai juru bicara untuk berkomunikasi dengan publik. CIA contohnya, mempunyai juru bicara wanita bernama Nicole de Haay. Bahkan lembaga intelijen di negara lain juga mempunyai akun media sosial yang cukup aktif berinteraksi dengan publik,” ujar alumni S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia itu.

Stanislaus juga menjelaskan bahwa di era demokrasi ini lembaga intelijen perlu menjaga hubungan baik dengan publik dan salah satu caranya adalah berkomunikasi. Namun, batasan-batasanya konten yang dikomunikasikan tentu sangat terbatas mengingat lembaga intelijen seperti BIN mempunyai single client dan end user yaitu Presiden. Juru Bicara BIN pasti sudah memilah mana yang akan disampaikan kepada publik dan mana yang menjadi informasi intelijen untuk disampaikan kepada user.

“Dalam peristiwa-peristiwa tertentu, terutama yang memerlukan peran BIN seperti ketika ada ancaman bagi negara, maka wajar jika BIN berkomunikasi dengan masyarakat, yang penting bukan membuka informasi intelijen,” pungkas Stanislaus.

Sebelumnya, seperti diwartakan Indonews.id, pada Sabtu (10/10), Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto mengatakan bahwa demo sejatinya tidak dilarang, dan dilindungi secara  konstitusional.

“Yang dilarang adalah anarkhis, melanggar jam waktu dan mengganggu hak orang lain. Jadi silakan demo, namun jika melanggar maka akan ditindak secara hukum,” ujarnya.

Wawan mengatakan, demikian juga terkait aktor intelektual. “Selama demo tertib tidak masalah, tapi jika anarkhis maka aktor intektualnya akan ikut bertanggung jawab, selama terbukti terkait dengan aksi tersebut. Catatan dari demo-demo sebelumnya juga masih ada,” ujarnya.

Wawan menanggapi pernyataan anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Jamil dalam sebuah dialog di sebuah stasiun televisi. Nasir mengatakan dirinya sangat menyayangkan aparat negara, seperti Badan Intelijen Negara (BIN) tidak mengantisipasi demonstrasi anarkistis yang dilakukan sejumlah elemen buruh dan mahasiswa yang menolak pengesahaan UU Omnibus Law Cipta Kerja di Jakarta maupun sejumlah daerah pada Kamis (8/10).

Dia juga mengatakan menyesalkan tuduhan pemerintah (Menko Polhukam) Mahfud MD terhadap adanya aktor intelektual dalam kasus tersebut. Demontrasi tersebut, katanya, didorong oleh hati nurani para buruh dan mahasiswa terhadap nasib yang menimpa bangsa dan negara ini. (Ryman)