Ini Alasan Tokoh Muda Kasultanan Yogyakarta Dukung Green Function

oleh -
RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo atau Gusti Marel saat mengunjungi Green Function di kampung Ireng-iteng Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta, Jumat (23/6/2023). (Foto: Ist)

Yogyakarta, JENDELANASIONAL.ID – Tokoh muda dari Kasultanan Yogyakarta RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo menyatakan dukungannya terhadap Green Function, sebuah rumah pangan mandiri berupa sistem konservasi pada ekosistem alami berbasis kearifan lokal sehingga bernilai ekonomi di Yogyakarta.

Dukungan Gusti Marrel –demikian ia akrab disapa – ditunjukkan dengan menghadiri Launching Green Function, Jumat (23/6/2023) di Desa Ngireng-ireng Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul Yogyakarta.

Dalam acara yang juga dihadiri sejumlah pihak di antaranya Lurah Sidomulyo, Babinsa, Babinkamtibnas, Perwakilan Jagawarga Dias Pamungkas serta Penggiat seni budaya Ari Prabowo ini, Gusti Marrel menyaksikan langsung ekosistem alami bisa dikembangkan menjadi Green Function.

Green Function –yang dibangun oleh seorang warga Yogyakarta, Ervan Gosthong atau Y Irwan Cahya Nugraha, merupakan sebuah konsep rumah alami yang mempunyai sistem ekosistem sempurna dan berbasis pada kemandirian pangan bahkan berkedaulatan pangan.

“Dimana Green Function (GFI) ini berbasis pada pengelolaan sumber air yang dimanfaatkan untuk pertanian terpadu di dalam area rumah pribadi. Green Function menggabungkan konsep pertanian modern dan konvensional yang mana mampu menghasilkan tanaman,dan hewan ternak (ikan, ayam dsb),” jelas Erwan Gosthong yang merupakan Owner Greenfunction Indonesia seperti dikutip dari siaran pers yang diterima redaksi di Jakarta, Sabtu (24/6).

Selain itu GFI mampu menciptakan rumah yang bisa menjadi tempat edukasi pertanian, rumah makan bahkan rumah inap bagi orang orang yang suka akan nuansa desa.

Menurutnya, GFI memberikan banyak edukasi secara langsung akan pertanian dan energi hasil air (PLTA mini sebagai sumber energi baru untuk kepentingan rumah tersebut. GFI sudah dirancang dan terbangun sejak tahun 2016 sebagai rumah pertanian terpadu dengan banyak sistem pertanian dan air sebagai yang utama daam membuat ekosistem alami.

Erwan menyampaikan bahwa sistem yang dikembangkan dalam upaya konservasi ini adalah dengan menggabungkan pertanian, peternakan, fermentasi dan perikanan menjadi satu fungsi ekosistem alami yang dilakukan dengan sistem pertanian organik.

“Kita melihat potensi di pedesaan itu adalah sistem Green Function, artinya ekosistem alami dengan fungsi ekologi, ekonomi serta sosial budaya dapat dikembangkan menjadi salah satu terobosan pertanian organik. Basisnya adalah ekosistem alami bukan buatan,” jelas Ervan.

Adalah Desa Ireng-Ireng, Bambanglipuro Bantul Yogyakarta yang menjadi lokasi pertama penerapan konsep Green Function. Berfungsi sebagai rumah pangan, Green Function juga menjadi wadah edukasi kepada masyarakat untuk mengenalkan eksositem alami sebagai konservasi yang bisa dikembangkan dimana saja terutama di rumah.

Menurut Ervan, Green Function merupakan konsep rumah berkemandirian dan  berkedaulatan pangan yang bisa mencukupi kebutuhan pangan rumah tangga bahkan bisa memiliki nilai ekonomi.

“Ada sistem hidroponik, hidroorganik, aquaponik, dan lain lainnya, di sini kita mengemasnya bisa menyatukan sistem pertanian yang mengatu dengan rumah kita,” ungkap Ervan.

Seperti dicontohkan di Green Function yang memiliki lahan budidaya perikanan dan peternakan. “Misal kita di sini punya ukuran kolam ikan 9×9 m, juga ada 5×5 m kemudian setting peralon dikonsep, ada kandang ayam di kanan kirinya. Melalui sistem bakterisasi fermentasi kita bisa panen patin 3,5 ton. selama 8 bulan saja. Lalu ayamnya kita bisa hasilkan 500 telur. Dalam siklus itu kita bisa memadukan dalam 1 tahun ayam, ikan, dan tanaman. Per tahun kita dapat bersih Rp20-25 juta. Kita mampu memanajemen air, perikananan, ternak ayam dan tumbuhan.dalam ekosistem alami di rumah kita sendiri,” ungkapnya.

Bagi Ervan, konsep konservasi dari rumah sendiri walaupun kecil bisa memandirikan kedaulatan pangan. Memanfaatkan air sumur bisa dialirkan ke kolam, kemudian ke perikanan, dan ke sumur resapan. Sumber air kolam yang dibakterisasi juga mampu mengubah amonial ke nitrat kemudian ke sawah kalau di desa. Sehingga bisa tanam padi dan palawija.

“Arti berkedaulatan pangan yakni rumah ini menyesuaikan kondisi alamnya. Kota dibangun dengan batu alam, kayu alam agar bisa menumbuhkan tanaman. Kita misal ada lahan bisa kita buat sebagai warung, ada supermarket hidup juga. Kita bisa jual ikan, sayuran, dan lainnya langsung ke komsumen,” ungkap Ervan.

Menurut dia, Sistem Green Function bisa menjadi contoh bagaimana rumah bisa berproduksi, hemat energi, sekaligus mampu mengendalikan hama karena bisa dilihat langsung.

“Intinya kita menggabungkan sistem konvensional dan modern, dengan sistem sederhana yang berfungsi untuk masyarakat,”ungkap Ervan.

Daya Tarik Wisata

Menanggapi penjelasan Erwan, Gusti Marrel menyampaikan bahwa upaya konservasi berkelanjutan seperti Green Function bisa menjadi daya tarik wisata edukasi sekaligus bernilai ekonomi..

“Kalo daya tarik Green Function pasti ya, karena saya banyak gerak soal lingkungan, bisa hutan, gunung, sungai dan lainnya. Kita ingin melihat sebenarnya, dari rumah sendiri kita bisa menumbuhkan kemandirian pangan. Dari lingkungan rumah kita bisa jadi sumber ekonomi. Di banyak negara, model Green Astitektur, seperti Amerika, Eropa, barangkali hanya berhenti pada tahapan green energy. Kalau di sini konsepnya berbeda karena ada ikan, treatment air, tanaman. Di sini konsep green bisa memproduksi dan sumber pemasukan,” ungkap Gusti Marrel.

Sebagai rumah pangan, Green Function menurut dia, seperti mengajak kembali kesadaran masyarakat kepada filosofi yang sudah ada sejak dulu yakni menanam di rumah atau pangan dari rumah. Kesadaran mengembangkan Rumah Pangan ini menjadi sangat penting di mana saat ini dunia tengah mengalami lagi krisis energi. Seperti di krisis energi Eropa yang membuat harga energi menjadi naik.

“Nah, bisa ada tanaman hidroponik bisa dijual, bisa dikonsumsi sendiri. Jadi sustainability-nya bisa terjamin. Konsep yang berbeda kalau dibandingkan di daerah lainnya di dunia, karena ada sistem menggabungkan tadi, nah ini misalnya ada irigasi di dalam rumah untuk menunjang produksi pangan itu sendiri, jadi sangat penting dalam konteks kedaulatan pangan,” papar Gusti Marrel.

Menurutnya, dengan sumberdaya alamnya yang tinggi, Indonesia harus melewati tantangan masa transisi energi.

“Ada percobaam yang gagal ada yang revisi,  tapi semua harus dilewati. Kesadaran itu muncul di tengah masyarakat dan kita bisa membentuk perubahan. Kita memegang nilai orang-orang timur, bareng-bareng secara lokalitas, kesadaran program harus berdasar kearifan lokal,” jelas Gusti Marrel.

Ia juga mendorong upaya konservasi berbasis kearifan lokal menjadi salah satu langkah strategis agar program yang diterapkan membumi dan tepat sararan.

“Salah satu program Presiden adalah penurunan emisi. Nah, kebutuhan energi 1 rumah bisa menggunakan energi secara mandiri. Begitu juga Ngarso Dalem (Sultan HB X) yang bisa menempatkan masyarakat sebagai subjek, masyarakat dilibatkan. Misal secara air di Bantul bagus. Kalau di Sleman beda lagi. Nah nilai lokalitas apa yang bisa dibentuk. Local wisdom yang kita akomodir dan masyarakat sendiri lah yang mengerti,” jelasnya.

Saat inu, lanjut Gusti Marrel, misi Ngarso Dalem sendiri untuk menjadikan masyarakat sebagai subjek patut didukung. 

“Poinnya menafsirkan dan mengefektifkan unsur di rumah yang bisa berproduksi. Hanya tadi mungkin bisa dari sudut-sudut elevasi sehingga air bisa mengalir tanpa perlu pompa juga bisa biar lebih hemat,” lanjut Gusti Marrel.

Effesiensi energi yang diterapkan pun, tandas dia, seyogyanya menyesuaikan karakteristik suatu daerah. Karakteristik lingkungan menjadi kunci sebuah pemberdayaan masyarakat bisa terus dilakukan.

“Contoh kemarin kita kerja sama PLN mengembangkan tanaman energi di Gunungkidul, kita juga melakukan implementasi terkait kondisi lingkungan. Kita menanam sesuai karakteristik di sana yakni tanaman yang high protein untuk ternak. Ketika kemarau pakannya gak ada, nah petani kadang terpaksa jual sapi.. istilahnya sapi makan sapi. Ini yang tidak boleh terjadi. Kita memulai dengan menanam 30 hektar,” beber Gusti Marrel. 

Kembali kepada Green Function, menurut Erwan, pengembangan wisata bebasis kearifan lokal dan konservasi alami seperti Green Function cukup menjanjikan. Menurut dia, beberapa wisatawan asing seperti dari Belanda dan Eropa sudah banyak mengunjungi setidaknya untuk melihat dan belajar mengenai Green Functuon.

“Di sini bahkan udah banyak yang datang seperti Belanda. Sangat bisa jadi daya tarik wisatawan, terlebih belum banyak yang mengimplementasikan,” ungkap Ervan.

Gusti Marel menyebutkan bahwa wisata minat khusus seperti Green Function justru menjadi daya tarik tersendiri karena memiliki spesialisasi dan differensiasi yang sudah melekat dan memiliki branding yang sangat kuat.

Menurutnya, nilai lokalitas sebagai sebuah solusi. Efisiensi energi bisa mengurangi beban energi secara nasional. Konsep Green Function pun masih bisa dikembangkan di tempat lainnya. Misalnya dengan tanaman yang lain, jenis ternaknya, sehigga nilainya juga justru memperkaya keberagaman ekonomi.

“Wisata Edukasi untuk berbagi ilmu pengetahuan, teknokogi atau informasi sangat bisa banget dimulai dari kelurahan ini,”  tutup Gusti Marrel. ***