Joe Biden Menang, Rizal Ramli: Kebijakan Terhadap China Tak Banyak Berubah  

oleh -
Presiden terpilih AS, Joe Biden. (Foto: BBC)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Pemilihan presiden Amerika Serikat tahun ini sangat kompetitif. Tadinya diperkirakan kemenangan Joe Biden dan Kamala Harris dari Partai Demokrat akan diikuti dengan kemenangan partai itu di Kongres dan Senat. Namun di Senat, kedua partai memiliki suara yang berimbang. Sementara di Kongres suara Partai Demokrat bahkan berkurang.

“Artinya, kemenangan Biden ini tidak punya implikasi yang terlalu dahsyat karena setiap kebijakan harus disetujui oleh Kongres dan Senat. Kemungkinan akan di-block di situ. Sehingga, walaupun Biden memiliki inisiatif macam-macam, akan lebih sulit untuk goal,” ujar mantan Menko Perekonomian RI seperti dikutip RMOL, di Jakarta, Minggu (8/11).

Pemilihan presiden AS kali ini, kata Rizal Ramli, dapat dilihat beberapa sisi. Pertama, sisi  geopolitik dalam konteks kompetisi antara Amerika dan China. Kedua, dapat dilihat dari apakah kemenangan itu akan berdampak terhadap Indonesia atau tidak.

“Walaupun Trump kalah, kebijakan AS terhadap China tidak akan mengalami perubahan yang berarti. Akhirnya, dengan kata lain, China tetap dianggap sebagai penghalang dari kemajuan Amerika, musuh ideologis dan juga kompetitor dalam politik, ekonomi, militer, dan sebagainya,” ujar Mantan Menko Kemaritiman itu.

Di era Donald Trump, Amerika Serikat menggunakan cara yang lebih langsung dan terbuka dalam berhadapan dengan China, bahkan vulgar. Tetapi itu tetap punya dampak sehingga Biden tidak bisa begitu saja menjadi sangat soft terhadap China. “Terutama, China berbeda dengan Amerika soal ambisi teritorial. Amerika walau ingin berpengaruh tapi tidak memiliki ambisi territorial,” ujar Rizal Ramli.

Ambisi teritorial China, katanya, antara lain dapat dilihat di Laut China Selatan. Lalu, China memiliki penduduk yang banyak, sekitar 1,3 miliar jiwa,  yang ingin dipekerjakan atau direlokasi ke negara-negara lain seperti Afrika, Asia, dan termasuk Indonesia.

Ambisi teritorial seperti itu tidak bisa diterima oleh rakyat Indonesia, termasuk Rizal Ramli.

Menurut Rizal Ramli, Indonesia ingin bersahabat dan memang harus bersahabat dengan semua negara termasuk China. Tetapi  kalau ada yang tidak menghormati integritas wilayah Indonesia (territorial integrity), maka kita harus lawan.

Seperti saat dirinya menjadi Menko Kemaritiman, ada perubahan nama Laut China Selatan yang masuk wilayah Indonesia menjadi Laut Natuna Utara. Juga, kata Rizal, mereka mengganti petanya.

“China resmi mengajukan protes kepada pemerintah Indonesia karena tidak setuju, dan itu sebetulnya kurang ajar sekali karena seharusnya tergantung kita,  karena itu laut kita dan wilayah kita, maka mau kita kasih nama apapun, you have no right to interfere. Ini menunjukkan adanya ambisi teritorial,” ujarnya.

Rizal Ramli mengatakan, sebetulnya, jika Trump yang menang, bargaining position Indonesia akan jauh lebih tinggi. Tetapi dengan Biden yang relatif moderat, walaupun tetap menganggap China sebagai saingan ideologis, ekonomi dan militer, cara-cara Biden mungkin tidak akan akan terlalu konfrontatif.

Hal kedua adalah kebijakan ekonomi Biden. Kalau dilihat hari ini indeks saham naiknya luar biasa karena kalangan menengah atas, para kaum kaya-raya, yang biasanya mendukung Republik tahu bahwa Demokrat tidak akan kuat di Senat dan di Kongres karena jumlahnya berkurang.

“Biden akan susah membongkar kebijakan Trump yang pro orang kaya. Dalam kaitan itu, dampaknya terhadap Indonesia, zaman Trump betul-betul chauvinist, pokoknya American first,” ujarnya.

Artinya, negara lain yang dianggap merugikan dengan enak saja dia pasang tarif tinggi, pasang halangan atau barrier ini dan itu karena pokoknya Amerika didahulukan dan tidak peduli dengan aturan internasional. Dia tidak peduli dengan kesepakatan-kesepakatan multi-lateral maupun bilateral.

Aturan atau kesepakatan perdagangan yang sudah adapun bisa begitu saja dibatalkan. Memang kebijakan American first, kata Rizal Ramli, sangat menguntungkan Amerika tetapi sangat merugikan negara seperti Indonesia.

“Dengan terpilihnya Biden, dia akan lebih mengikuti aturan dan tata krama internasional dalam perdagangan dan tidak akan berani terlalu jauh bertindak secara unilateral atau sepihak. Dia akan lebih memperhatikan pertimbangan bilateral dan multilateral. Ini tentu bagi Indonesia bagus dari segi ekonomi dan keuangan,” ujarnya. (Ryman)