Masalah Natuna Utara Tak Seharusnya Diselesaikan di Meja Perundingan

oleh -
Prabwo Subianto, Menteri Pertahanan. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Ditengah sikap pemerintah China yang mengklaim Laut Natuna, Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan yang sangat disayangkan. Prabowo mengatakan, “Kita tentunya gini, kita masing-masing ada sikap. Kita harus cari satu solusi baik lah di ujungnya. Saya kira ada solusi baik”.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan sangat menyayangkan pernyataan Prabowo tersebut. Yang jadi pertayaan solusi baik apa yang diharapkan dari kasus tersebut.

“Pernyataan ini patut disayangkan karena menjadi pertanyaan solusi baik apa yang diharapkan? Masalah Natuna Utara tidak seharusnya diselesaikan di meja perundingan mengingat China tidak mengakui ZEE Natuna Utara. Sementara Indonesia tidak mengakui klaim Traditional Fishing Right China,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (3/1).

Seharusnya, kata Hikmahanto, Menhan sebagai bagian dari pemerintah harus satu suara dengan suara pemerintah yang disampaikan oleh Menlu Retno Marsudi di Kantor Menko Polhukam.

“Langkah nyata yang perlu dilakukan oleh Pemerintah adalah meningkatkan patroli di Natuna Utara dan melakukan penegakan hukum bila ada nelayan asing, termasuk asal China, yang melakukan penagkapan ikan secara ilegal,” ujarnya.

Peningkatan patroli juga bertujuan agar nelayan-nelayan Indonesia saat melakukan aktivitasnya tidak mendapat gangguan dari kapal-kapal Coast Guard China.

Menurutnya, perlu dipahami Indonesia tidak dalam situasi akan berperang karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Coast Guard China.

Adapun wilayah laut yang diklaim oleh Indonesia adalah wilayah hak berdaulat (sovereign right) bukan wilayah kedaulatan (sovereignty) Indonesia.

Hikmahanto mengatakan, perlu dipahami wilayah dimana ada hak berdaulat dalam hukum laut berada di wilayah laut bebas (high seas), bukan di wilayah laut teritorial.

“Dalam konteks demikian pengerahan kekuatan TNI tidak dapat dilakukan di ZEE. Otoritas yang wajib dikerahkan adalah otoritas yang melakukan penegakan hukum,” ujarnya.

Di Indonesia, katanya, otoritas tersebut adalah Bakamla, KKP dan TNI-AL.

“Atas dasar ini solusi dalam bentuk perundingan dalam isu Natuna Utara sebagaimana yang disampaikan oleh Menhan tidak memiliki dasar disamping memang tidak diperlukan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar-Lembaga Menteri Pertahanan RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan sikap Prabowo terhadap perkembangan isu di Perairan Natuna-Laut China Selatan.

“Sejalan dengan nota protes yang sudah dikirimkan oleh Menlu, dan Pak Prabowo seperti sudah menyampaikan pada pertemuan ADMM di Bangkok, menyatakan bahwa pembicaraan code of conduct (CoC) terkait sengketa Laut China Selatan harus dilakukan dan dituntaskan,” kata Dahnil kepada wartawan, Kamis (2/1/2020) seperti dikutip detik.com.

Pertemuan ADMM di Bangkok yang dimaksudkan Dahnil adalah Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN pada 18 November 2019. Nota protes yang disebut Dahnil adalah yang dilayangkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI ke Beijing, diumumkan pada 30 Desember 2019. Prabowo berpendapat, masalah Natuna-Laut China Selatan harus diselesaikan lewat pembicaraan dua belah pihak.

“Agar tidak mengganggu hubungan perdagangan dan diplomatik antarnegara, termasuk dengan negara ASEAN lain. Dan tentu posisi Indonesia seperti yang telah disampaikan Menlu mempertahankan kedaulatan di Zona Ekonomi Eksklusif tersebut sebagai wilayah laut Indonesia,” kata Dahnil. (Ryman)