Seorang Menteri Harus Punya Legacy Moral untuk Total Membantu Presiden

oleh -
Direktur LKAK (Lembaga Kajian dan Aksi Kebangsaan) Viktus Murin. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Direktur LKAK (Lembaga Kajian dan Aksi Kebangsaan) Viktus Murin menyatakan persetujuannya terhadap pernyataan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang mengingatkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo – KH Ma’ruf Amin agar memilih menteri yang tidak sekadar pekerja keras, tetapi juga harus memilih sosok menteri yang responsif terhadap aspirasi masyarakat di semua daerah.

“Aspirasi dan ketidakpuasan antara daerah yang satu dengan lainnya pasti tidak sama, karena karakter daerah dan masyarakat Indonesia memang berbeda-beda,” ujar Bambang, Minggu (6/10/2019).

Merujuk pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo, lebih lanjut Viktus mengatakan, saran kepada Presiden dari Ketua MPR mengandung bobot politik kenegaraan yang tinggi, sehingga pasti diperhatikan Presiden. “Apalagi watak kenegarawanan Pak Bamsoet memang sudah teruji sejak beliau menjadi Ketua DPR RI,” ujar Viktus saat dihubungi pada Rabu malam (9/10/2019).

Penulis buku “Mencari Indonesia, Balada Kaum Terusir” terbitan tahun 2005 ini berharap agar dalam periode  kabinet baru hasil Pilpres 2019, Presiden Jokowi tidak lagi mengizinkan menterinya merangkap jabatan di partai politik, apalagi merangkap sebagai ketua umum parpol.

“Selain responsif, idealnya seorang menteri tidak boleh rangkap jabatan di parpol, apalagi sebagai ketua umum parpol,” tegas Viktus, Wartawan Pos Kupang angkatan perdana tahun 1992.

Totalitas responsibilitas seorang menteri, lanjut Viktus, harus menjadi prasyarat utama sebagai pembantu Presiden.

“Menjadi menteri adalah prestise langka. Hanya Presiden yang bisa mengangkat seseorang menjadi menteri. Setiap lima tahun sekali, hanya puluhan orang yang terpilih menjadi menteri dari ratusan juta penduduk Indonesia,” ujar Viktus yang juga mantan aktivis mahasiswa 1998.

Oleh karena itu, lanjut Viktus, seorang menteri harus punya kesadaran posisi untuk total menjalankan kewajibannya sebagai  pembantu presiden. “Menteri jangan mengurusi hal-hal lain di luar tugas pokok dan fungsinya membantu Presiden. Tupoksi seorang menteri itu berkorelasi langsung dengan kewajiban dan tanggung jawan Presiden kepada rakyat telah memilihnya di dalam pemilu,” tegas Viktus, yang kini masih aktif dalam dunia jurnalistik, yakni sebagai Perwakilan Majalah Kristiani “Narwastu” untuk Wilayah Indonesia Timur yang berkedudukan di Manado, Sulawesi Utara.

Menurut Viktus, sudah seharusnya seorang menteri punya legacy moral untuk total membantu Presiden. “Menteri jangan lagi sibuk dengan mengurusi partai politiknya. Bukankah tanggung jawab terhadap partai harus berakhir saat tangggung jawab negara memanggil?” ujar Viktus.

Viktus menegaskan, Tupoksi seorang menteri melintasi sekat kepentingan politik, karena Tupoksi menteri berkorelasi langsung dengan kebutuhan seluruh rakyat. Sedangkan parpol itu bersentuhan dengan kelompok kepentingan berdasarkan ideologi politik tertentu.

“Jadi, apabila seorang menteri masih sibuk dengan urusan parpolnya, maka hal itu menurunkan kewibawaan jabatan menteri sebagai pembantu presiden,” pungkas Viktus. (Ryman)