Sunan Ampel, Berdakwah dengan Santun dan Kedepankan Ketenangan Hati

oleh -
Episode ke-19 Ngabuburit bersama Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan “MATA AIR KEARIFAN WALISONGO” pada Sabtu, 1 Mei 2021, mengambil tema ‘Sikap Moderat Sunan Ampel’ dengan narasumber KH. Taudik Damas yang merupakan Katib Syuriah PWNU Jakarta dan dipandu host Rano Karno. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Episode ke-19 Ngabuburit bersama Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan “MATA AIR KEARIFAN WALISONGO” pada Sabtu, 1 Mei 2021, mengambil tema ‘Sikap Moderat Sunan Ampel’ dengan narasumber KH. Taudik Damas yang merupakan Katib Syuriah PWNU Jakarta dan dipandu host Rano Karno.

Salah satu tokoh Wali Songo yang turut menyebarkan ajaran Islam di Jawa ialah Sunan Ampel atau Raden Mohammad Ali Rahmatullah (Raden Rahmat). Ia merupakan anak dari Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.

Sunan Ampel lahir di Champa. Ia adalah keponakan dari Raja Majapahit. Kondisi sosial budaya di Champa pada waktu sudah menganut agama Islam yang senantiasa memadukan nilai agama dengan unsur budaya.

Hal itu disampaikan oleh Kiyai Taufik Damas, dalam acara ngabuburit bareng Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan, pada Sabtu (1/5), pukul 17.00 WIB.

“Beliau ini asal usulnya dilahirkan dari Champa. Yang mana keadaanya pada waktu itu di kerajaan Campak, praktek keberagamaan persis seperti Islam Nusantara saat ini,” jelas Taufik seperti dikutip dari siaran pers BKNP PDI Perjuangan, pada Sabtu (1/5).

Sunan Ampel menyampaikan dakwah kepada orang-orang dengan menggunakan dasar yang sederhana yaitu dasar aqidah dan ibadah dan hikmah. Sikap hikmah adalah proses berdakwah dengan penuh santun dan lebih mengedepankan ketenangan hati kepada masyarakat. Dan sikap inilah yang penting untuk dikembangkan seorang da’i dalam berdakwah, sebagaimana halnya yang telah dilakukan oleh Sunan Ampel.

“Dakwah Sunan Ampel berdakwah dengan mengembangkan pola keberagamaan yang mengedepankan sikap hikmah, ditambah lagi sunan ampel sudah mengikuti tarekat Naksabandiyah, sebagaimana kita tahu kalau orang sudah ikut bertarekat berarti sikap keagamaannya sudah utuh,” lanjut Taufik.

Selain hal tersebut, Sunan Ampel juga menggunakan pendekatan kultur budaya untuk berdakwah. Hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan diri, menyerap, bersikap pragmatis, dan menempuh cara yang berangsur-angsur. Ajaran-ajaran Islam yang belum popular di kalangan masyarakat Jawa, berhasil di kemas oleh Sunan Ampel menjadi suatu kegiatan yang dekat dengan masyarakat dan senantiasa dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.

“Pentingnya mengemas dakwah biar penyebarannya bisa masif didengarkan oleh masyarakat, agar kemudian Islam mempunyai daya tarik yang bagus bagi masyarakat sekitar,” ujarnya.

Saat berdakwah strategi unik yang dilakukan oleh Sunan Ampel adalah mengubah nama sungai Brantas yang menuju Surabaya dengan nama Kali Emas. Nama Pelabuhan juga turut diganti dengan nama Tanjung Perak dari awalnya Jelangga Manik. Hal ini dilakukan dalam upaya membuat daya tarik bagi masyarakat sekitar, dan ketika orang sudah berkumpul barulah disitu Sunan Ampel mengajarkan agama.

“Salah satu strategi dakwah Sunan Ampel adalah dengan cara merubah nama sungai berantas menjadi Kali Emas, yang seoolah-olah masyarakat akan menemukan emas ketika datang kesana. Strategi dan cara mengemas Sunan Ampel ini menghasilkan dakwah yang sangat massif sehingga Islam diterima dengan penuh suka cita,” pungkas Taufik.

Program Ngabuburit Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan dengan tema besar ‘Mata Air Kearifan Walisongo’ hadir setiap hari pada bulan Ramadhan pukul 17.00 WIB dapat diikuti melalui kanal Youtube: BKNP PDI Perjuangan, Instagram: BKNPusat dan Facebook: Badan Kebudayaan Nasional Pusat. (Ryman)