Tahun Politik, Berita Hoax Kembali Marak

oleh -
Anggota DPR, Arief Suditomo

JAKARTA-Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu Serentak 2019 diprediksi akan diwarnai dengan beredarnya berita bohong (hoax). Bahkan isu propaganda dan suku agama dan ras (SARA) dinilai kembali marak.

“Kita khawatir, tapi tidak takut dengan maraknya hoax tersebut,” kata anggota Komisi I DPR Arief Suditomo dalam dialog kebangsaan ‘Memantapkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa’ di Jakarta, Senin (27/11).

Oleh karena itu, anggota Fraksi Partai Hanura ini meminta, semua pihak dapat membentengi diri mencegah serangan-serangan melalui media sosial tersebut.

“Bahkan saat ini ada anggota dewan yang punya ‘cyber army’ hanya untuk mencounter berita-berita yang buruk tentang dia,” ungkapnya.

Saat ini, menurut mantan penyiar televisi tersebut, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah kampanye antihoax dengan melibatkan lembaga-lembaga terkait antara lain Kominfo, IKAP, P3PI dan sebagainya.

“Harus disosialisasikan Pasal 27 UU No.19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE) ke kampus-kampus, ormas dan masyarakat,” ungkapnya.

Dalam UU ITE itu, menurut Arief sudah dijelaskan bahwa pencemaran nama baik dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana. Selain, itu sosilaisasi juga untuk memberi pendidikan yang benar tentang penggunaan medsos di masyarakat.

“Pendidikan itu ibarat vaksin agar masyarakat bisa menghadapi hoax, bisa mencerna, menganalisa dan memahami bahwa berita-berita hoax itu tak bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin mengatakan proses demokrasi kini sudah memasuki media sosial (medsos). Sehingga medsos menjadi variabel penting untuk mengawal demokrasi dan menjaga NKRI.

Sebab, kata Irman, melalui medsos seperti dalam pilkada DKI Jakarta, terjadi gesekan-gesekan personal dan berkembang menjadi gesekan sosial politik.

“Jadi, medsos menjadi ancaman NKRI karena membonceng demokrasi. Dan, ancaman itu bisa datang dari dalam maupun luar negeri,”pungkasnya.