Keberadaan Pansus KPK Cacat Yuridis

oleh -
Liona Nanang Supriyatna

JAKARTA-Pengajar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Liona Nanang Supriatna menilai keberadaan Panitia Khusus (Pansus) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cacat yuridis. Pasalnya, hak angket bukan instrumen yang benar untuk melakukan evaluasi tentang kinerja KPK dalam pelaksanaan tugas projustisia.

“Hak angket ini cacat secara yuridis karena tidak sesuai dengan tujuan hak angket sebagaimana diatur dalam Undang-Undang,” ujar Liona pekan lalu.

Kata Liona, hak angket ini tidak sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Di sana disebutkan bahwa hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Jadi, hak angket ini merupakan bentuk intervensi terhadap institusi hukum dalam pelaksanaan tugas melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Dan ini dapat dikategorikan merupakan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.

Liona mensinyalir bahwa DPR sudah bekerja di luar kewenangannya. Hak angket menunjukkan kekeliruan DPR dan kebuntuan cara berpikir DPR.

Katanya, “Hak angket ini bisa diduga bentuk perlawanan dari mereka yang terindikasi korupsi sehingga KPK dianggap sebagai organ negara yang menghambat untuk memperkaya diri atau orang lain.”