Ekonomi Digital Akan Tumbuh Semakin Tinggi di Tahun 2019

oleh -
Syarkawi Rauf, ekonom Unhas, dan Komisaris Utama PT PN6. (Foto: Ist)

JENDELANASIONAL.COM — Transformasi ekonomi nasional sedang berlangsung dari ekonomi konvensional ke ekonomi digital. Ekonomi digital mencakup semua kegiatan bisnis di pasar yang berbasis internet yang mencakup travel online (pemesanan tiket pesawat online), media online (mencakup periklanan), ride hailing (transportasi dan pengantaran makanan) dan e-commerce (kios online).

Ekonom Universitas Hasanuddin Makassar (Unhas), Muhammad Syarkawi Rauf, yang menjadi pembicara dalam KAHMI Economic Forum mengenai Evaluasi Ekonomi 2018 dan Outlook 2019, di Kantor Pusat KAHMI, Jakarta (12/12/2018) mengungkapkan bahwa secara regional ASEAN, berdasarkan data Temasek dan Google (2018) menunjukkan bahwa ekonomi digital dalam gross merchandise value (GMV) telah mencapai 72 milyar dollar tahun 2018.

Lebih lanjut, menurut Muhammad Syarkawi Rauf, yang juga Ketua KPPU RI tahun 2015-2018, ekonomi digital diperkirakan dengan merujuk pada hasil penelitian Temasek dan Google, akan mengalami pertumbuhan sekitar 37 persen per tahun dalam beberapa waktu ke depan sehingga nilainya dapat mencapai lebih dari 240 miliar dollar tahun 2025.

Perkembangan ekonomi digital di ASEAN yang sangat pesat dapat diamati pada persentasenya terhadap GDP seluruh negara ASEAN dari hanya 1,3 persen tahun 2015, meningkat lebih dua kali lipat menjadi 2,8 persen tahun 2015 dan meningkat tiga kali lipat menjadi 8,0 persen tahun 2018. Sebagai perbandingan, dalam kasus AS, persentasenya sekitar 6,9 persen tahun 2016.

Perkembangan ekonomi digital di Indonesia merupakan yang paling cepat di antara negara ASEAN, dimana dari sisi nilai mencapai 28 milyar dollar AS tahun 2018 dan diperkirakan mencapai sekitar 100 milyar dollar AS tahun 2025. Namun demikian, Vietnam merupakan negara dengan perkembangan ekonomi digital paling maju di ASEAN diukur berdasarkan persentasenya terhadap GDP sebesar 4,0 persen, Singapura 3,2 persen, dan Indonesia 2,9 persen.

“Indonesia akan menjadi salah satu pusat pengembangan ekonomi digital dalam beberapa tahun ke depan dengan ukuran bisnis terbesar di ASEAN, yaitu hampir separuh dari total bisnis ekonomi digital ASEAN. Pemerintah perlu sangat berhati-hati mengatur ekonomi digital, termasuk transportasi online sehingga tidak mematikan inovasi teknologi yang menjadi variabel kunci dalam ekonomi digital,” ujar Komisaris Utama PT Perkebunan Nusantara 6 ini.

Mantan Ketua KPPU RI ini menekankan tiga prinsip dasar yang tidak boleh dilanggar dalam menyusun regulasi baru mengenai ekonomi digital, yaitu: regulasi tidak boleh menghambat masuknya pemain baru ke pasar. Mempermudah entry dan exit dari industrinya. Kedua, regulasi memberikan insentif untuk berionasi bagi start-up dan juga perusahaan incumbent di pasar. Dan ketiga, katanya, pemerintah memfasilitasi munculnya start-up ke dalam ekonomi digital.

 

Revolusi Kedua

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo meminta agar APBN tahun 2019 difokuskan pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Presiden Jokowi menegaskan bahwa “setelah tahapan besar yang pertama, yaitu infrastruktur, kita masuk ke tahapan besar kedua, investasi di bidang sumber daya manusia” (Rapat Kabinet, 9/4/ 2018).

Menurut Syarkawi, mendukung upaya pemerintah untuk moving to higher gear (pindah ke gigi lebih tinggi) dengan shifting prioritas pembangunan dari infrastruktur ke SDM. Hal ini penting mengingat tuntutan kompetensi SDM di lingkungan kerja juga berubah sangat signifikan dalam beberapa waktu ke depan.

Namun demikian, dia menyatakan pengembangan SDM saja belum cukup tetapi harus juga disertai oleh dukungan pemerintah untuk inovasi teknologi melalui penelitian dan pengembangan. Sehingga dalam lima tahun ke depan, alokasi anggaran pemerintah juga akan diarahkan untuk mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan serta hilirisasi hasil riset sehingga sinergis dengan sektor industri.

“Kami mendukung upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk bergeser dari revolusi sisi supply tahap pertama yang memprirotaskan pembangunan infrastruktur ke revolusi sisi supply tahap kedua yang fokus pada pembangunan SDM dan pengembangan teknologi,” ujar Syarkawi.

Selama ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak dilihat dari sisi permintaan (deman side), yaitu belanja pemerintah, konsumsi rumah tangga, ekspor-impor, dan investasi. Padahal, perubahan pada sisi supply (produksi) juga sangat mendasar, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan teknologi, peningkatan kualitas SDM, dalam hal ini kesesuaian antara keterampilan SDM dengan kebutuhan dunia kerja.

“Pemerintah sudah sukses melaksanakan revolusi pertama (revolusi sisi supply) dengan memperbaiki konektifitas antar pulau, antar daerah dalam satu pulau dan konektifitas dengan negara lain. Hal ini tercermin pada peringkat logistic performance index yang mengalami perbaikan dari peringkat 63 tahun 2016 menjadi peringkat 46 tahun 2018. Saatnya pemerintah untuk bergeser ke revolusi kedua yang memprioritaskan pengembangan SDM dan inovasi teknologi,” pungkasnya. (Ryman)