Geopolitik Bung Karno

oleh -
Benny Sabdo, anggota Bawaslu DKI Jakarta. (Foto: Istimewa)

Oleh: Benny Sabdo*)

JENDELANASIONAL.ID – “Jika ingin jadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan berbicaralah seperti orator. Nasihat HOS Tjokroaminoto itu sepertinya merasuk ke jiwa Bung Karno. Belum satu pun presiden Indonesia yang berhasil menyamai capaian Bung Karno dalam hal menulis maupun orasi,” Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah.

Pengalaman membaca buku “Geopolitik Bung Karno Progressive Geopolitical Coexistence” karya Dr. Ir. Hasto Kristiyanto, MM, IPU, menuntun saya pada karakter Soekarno sebagai seorang pejuang sekaligus pemikir. Soekarno atau yang lebih dikenal dengan panggilan egaliter, Bung Karno, menjadi ruh yang sangat kuat dan bisa digunakan sebagai pisau analisis terhadap berbagai persoalan nasional, regional hingga global. Pengaruh geopolitik Bung Karno terhadap dunia mencakup proyeksi Pasifik sebagai pivot dunia; Pancasila sebagai lifeline Dunia Baru dan postulat geopolitiknya yang anti-kolonialisme dan imperialisme.  

Totalitas penulis dalam menjalankan perjuangan dan pemikiran Bung Karno telah melahirkan masterpiece ini. Tahun 2004 dalam usia 38 tahun, ia sudah menjadi anggota DPR RI. Pada 2009 ia terus berkonsentrasi pada pelembagaan partai hingga akhirnya dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan sejak 2014 hingga sekarang. Buku ini merupakan rangkuman dari pengalaman penulis dalam menekuni ajaran Bung Karno. Dari pengalaman praktis tersebut, diperkokoh dengan menggunakan pisau analisis ilmu pertahanan yang ditekuni selama studi doktoral di Universitas Pertahanan Republik Indonesia, ia berhasil menjabarkan geopolitik Bung Karno sebagai konsepsi yang relevan bagi pembangunan nasional. Penulis buku ini pun menyelesaikan program doktor dengan predikat summa cum laude.  

Berdasarkan sudut pandang Bung Karno, geopolitik tidak hanya ilmu yang membahas fenomena politik dalam tata pergaulan internasional, tetapi juga melengkapi teori kebangsaan tentang pentingnya persatuan antara rakyat dengan tanah airnya. Konsepsi geopolitik yang khas tersebut tidak terlepas dari buku bacaannya yang sangat luas. Bung Karno mampu menyintesiskan geopolitik sebagai pengetahuan tentang keadaan yang berkaitan dengan budaya, adat-istiadat, falsafah bangsa, hingga menyentuh kebijakan strategis berkaitan dengan tata ruang nusantara, dengan pilar politik, pertahanan-keamanan, ekonomi dan kebudayaan. 

Mengapa geopolitik Bung Karno menjadi penting? Secara fundamental, pengetahuan geopolitik itu sangatlah penting, terlebih secara kontekstual dengan berbagai pertarungan hegemoni dunia saat ini seperti perang Rusia-Ukraina; ketegangan di Selat Taiwan dan Laut Tiongkok Selatan; konflik di Timur Tengah yang tidak kunjung usai; perang saudara di Sudan; dan perang dingin di bumi Peninsula. Di tengah pertarungan geopolitik tersebut, dunia memerlukan alternative of view, berupa konsepsi pemikiran geopolitik yang menjawab berbagai persoalan geopolitik saat ini dan di masa yang akan datang.

Sebagai alternative of view, pemikiran geopolitik Bung Karno menempatkan Pancasila pada spiritnya untuk membangun persaudaraan dunia. Pancasila lahir dari pengalaman geopolitik atas realitas sistem internasional yang anarkis. Atas dasar hal tersebut, Indonesia memiliki tugas dan tanggung jawab untuk bertindak aktif, bahkan progresif, di dalam memperjuangkan perdamaian dunia. Pancasila memberikan landasan filosofis bagaimana dunia harus dibangun agar bebas dari kolonialisme dan imperialisme. Dalam konteks ini, Indonesia harus menggalang solidaritas bangsa-bangsa dengan membangun tata dunia baru yang demokratis, berkeadilan dan bebas dari perang.

Dalam perspektif ini Pancasila dapat menjadi garis hidup tata peradaban dunia baru. Dengan gagasan ini, tahun 1960 di PBB, Bung Karno menyampaikan pidato “To Build the World Anew”. Melalui pidatonya ini Bung Karno menempatkan peran penting PBB untuk bertindak adil dan demokratis dengan menempatkan seluruh anggota PBB pada posisi setara. Dalam pidato tersebut Bung Karno juga menyampaikan postulatnya bahwa dunia akan damai apabila terbebas dari berbagai bentuk kolonialisme dan imperialisme. Dalam upaya ini, Bung Karno menyerukan pentingnya retooling Dewan Keamanan PBB agar lebih powerfull di dalam mewujudkan dunia yang bebas dari perang.

Hal yang tidak kalah menarik dalam buku ini adalah bagaimana melalui pengetahuan geopolitik, Bung Karno merancang koridor strategis dengan menempatkan pentingnya perguruan tinggi sebagai city of intellect, 1953 di mana penguasaan ilmu pengetahuan, melalui riset dan inovasi dikembangkan. Adanya koridor strategis tersebut juga tampak dalam Pola Pembangunan Semesta Berencana yang sangat visioner dan digagas oleh lebih dari 600 doktor dan disahkan pada tahun 1960. Tanpa supremasi sains dan teknologi, Indonesia tidak mungkin menjadi bangsa berdikari.

Selanjutnya, sebagai puncak dari dinamika geopolitik Bung Karno, ia meresmikan Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) pada tanggal 20 Mei 1965. Dan, Bung Karno memberikan kuliah perdana pada peserta kursus reguler angkatan pertama tentang geopolitik. Seiring dengan perkembangan Lemhannas, geopolitik Indonesia pada tataran stratejik kemudian dikenal sebagai wawasan nusantara. Pergeseran paradigma global sangat berpengaruh terhadap karakteristik ancaman dan erat kaitannya dengan perkembangan geopolitik, geostrategi, geoekonomi hingga ke geolingkungan.    

Kehadiran buku geopolitik Bung Karno ini menjadi referensi penting bagi kebijakan luar negeri dan pertahanan negara. Dengan penemuan kembali terhadap pemikiran geopolitik Bung Karno yang telah dikonstruksikan secara akademis, maka kebijakan politik luar negeri bebas aktif dan pertahanan negara tidak bisa dilepaskan dari spirit anti-penjajahan, dan secara aktif melakukan penggalangan kekuatan, serta bagaimana menggunakan kekuatan itu bagi perdamaian dunia. Dalam upaya ini nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kesetaraan antar-bangsa dan koeksistensi damai harus dijalankan secara progresif di dalam merancang tatanan dunia baru berdasarkan Pancasila. 

Akhirulkalam melalui Pancasila, Bung Karno tidak hanya menyampaikan falsafah dasar Indonesia merdeka. Daya imajinasi Bung Karno membuat kemerdekaan Indonesia ditujukan untuk membangun persaudaraan dunia yang bebas dari berbagai belenggu penjajahan. Dalam konteks ini, Bung Karno menjadikan Pancasila sebagai ideologi geopolitik atau cara pandang Indonesia dalam konstelasi sistem internasional. Buku ini dapat menjadi kompas bagi para pembaca, khususnya pengikut Bung Karno tidak hanya pada level strategis, tetapi juga pada level taktis dan operasional.

*) Penulis adalah Anggota Bawaslu DKI Jakarta