Hikmahanto Apresiasi Pernyataan Tegas Presiden terkait Natuna Utara

oleh -
Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pada acara peringatan HUT ke-8 Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang digelar di JI-EXPO Convention Centre, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2019. (Foto:ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Presiden Jolowi telah membuat pernyataan dalam Sidang Kabinet Rapat Terbatas kemarin (6/01) bahwa masalah Natuna Utara tidak ada tawar menawar.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia(UI), Hikmahanto Juwana mengapresiasi pernyataan tegas Presiden Jokowi tersebut.

Dia mengatakan setidaknya ada tiga pesan dari pertanyataan Presiden Jokowi itu.

“Pertama bila berkaitan dengan masalah kedaulatan dan hak berdaulat negara maka tidak akan ada satu hal pun yang membuat pemerintah mundur sejengkalpun,” ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (7/1).

Kedua, menurut Hikmahanto, pemerintah telah konsisten menjalankan kebijakan menjaga kedaulatan dan hak berdaulat dari waktu ke waktu.

Kebijakan ini dapat dirumuskan sebagai semua negara adalah sahabat sampai titik kepentingan Indonesia diganggu. Indonesia akan menghadapinya dengan tetap menjaga persahabatan.

Terkahir pemerintah konsisten tidak menganggap adanya klaim Sembilan Garis Putus China dan klaim hak berdaulat atas perairan dari garis tersebut.

Ke depan, Hikmahanto mengharapkan, siapapun Presiden maupun menteri yang menjabat harus konsisten dengan kebijakan yaitu “tidak ada tawar menawar” bila menghadapi masalah klaim kedaulatan dan hak berdaulat oleh negara tetangga.

Hikmahanto mengingatkan bahwa klaim sepihak oleh China atas hak berdaulatnya yang memasuki ZEE Natuna Utara tidak akan pernah berakhir.

“Tidak akan ada solusi permanen agar China menghentikan klaimnya. Layaknya di Indonesia, pemerintah dan rakyat China akan terus melakukan klaim sampai akhir zaman,” katanya.

Karena itu, Pemerintah China akan terus berupaya untuk menguasai Natuna Utara secara fisik dengan terus-menerus menganjurkan nelayannya menangkap ikan di kawasan tersebut dan Coast Guardnya mengawal.

Bahkan Coast Guard China akan mengusir dan menghalau nelayan-nelayan Indonesia yang melakukan aktifitasnya.

Peningkatan aktifitas nelayan China dan Coast Guardnya akan sewaktu-waktu meningkat bila terjadi perubahan kepemimpinan di Indonesia.

“Harapannya pemimpin baru di Indonesia akan menganggap penguasaan fisik di Natuna Utara tidak penting atau bisa dikompromikan dengan insentif yang ditawarkan oleh pemerintah China,” ujarnya.

Terlebih lagi bila terjadi pergantian generasi dimana generasi baru lupa atas apa yang dipegang teguh oleh generasi sebelumnya.

“Dalam isu saling klaim seperti ini dituntut kesabaran yang tinggi dari pemerintah dan rakyat. Pemerintah pun siapapun dia wajib menjaga konsistensi kebijakan,” pungkas Hikmahanto. (Ryman)