Ini Seruan Moral Komisi Kerasulan Awam KWI Untuk Pemilu 2019

oleh -
Ketua Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr. Vincentius Sensi Potokota. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.COM — Pemilihan umum untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/kota, dan DPD yang akan diselenggarakan pada tanggal 17 April 2019 sudah semakin mendekat.

Karena itu, umat Katolik sebagai bagian dari bangsa Indonesia dipanggil untuk ikut menghidupi, merawat, dan mengupayakan kehidupan demokrasi yang rasional, sehat, dan bermartabat.

Dalam rangka Pemilihan Umum ini, terdapat beberapa hal yang baik untuk diperhatikan bersama.

“Pertama, meyakini bahwa politik itu pada dasarnya baik karena sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bersama (bonum commune). Politik dalam dirinya sendiri mengandung nilai-nilai luhur seperti pelayanan, pengabdian, pengorbanan, keadilan, kejujuran, ketulusan, solidaritas, kebebasan, dan tanggung jawab,” demikian seruan Ketua Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr. Vincentius Sensi Potokota dalam “Seruan Moral Komisi Kerasulan Awam KWI Untuk Pemilu 2019” di Jakarta, Jumat (1/3/2019). Surat tersebut juga turut ditandatangani oleh Sekretaris Komisi Kerawam KWI, RD. PC. Siswantoko.

Menurut Mgr. Sensi, dunia politik harus diisi oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas, loyalitas, integritas, dan dedikasi yang tinggi dalam mengemban jabatan dan menggunakan kekuasaan. Pemilu harus dilaksanakan dalam batas-batas moral sehingga kehidupan bersama yang lebih baik akan menjadi kenyataan (bdk. Gaudium et Spes no.74).

Dalam seruannya, Mgr. Sensi mengatakan bahwa bangsa ini membutuhkan orang-orang yang cerdas dan baik untuk menjadi pemimpin. Mereka hanya akan bisa menjadi pemimpin kalau kita pilih. “Memilih untuk tidak memilih (golput) sama artinya membiarkan bangsa ini dikuasai oleh siapapun, termasuk orang-orang yang ingin merongrong Pancasila dan meruntuhkan negeri ini,” ujarnya.

Karena itu, sebagai warga Gereja dan warga negara yang baik, “100% Katolik dan 100% Indonesia”, sudah selayaknya umat Katolik, khususnya orang muda Katolik yang akan menjadi pemilih pemula, memberikan suaranya dalam pemilu ini.

Mgr. Sensi juga menekankan bahwa umat Katolik dipanggil dan diutus oleh Allah untuk menjadi garam dan terang dunia (bdk. Mat.15:13-14). Dalam konteks pemilu ini, garam dan terang dunia diwujudkan dengan menjadi pemilih, penyelenggara dan pengawas, serta kandidat.

Sebagai pemilih, katanya, orang harus mempunyai informasi yang cukup terkait kandidat yang akan dipilih dan partai politiknya. Selain itu, mengetahui hal-hal tehnis seputar pemilu, meluangkan waktu ke TPS untuk memberikan suara, mencoblos kartu suara secara benar, dan ikut mengawasi penghitungan suara.

“Pemilih juga harus menolak politik uang dengan tidak menerima uang atau barang apapun yang diberikan dengan maksud agar mereka memilih kandidat tertentu, dan memilih kandidat yang beriman, mengamalkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya.

Selain itu, seorang pemilih juga harus memilih kandidat yang berani menolak segala bentuk radikalisme dan intoleransi; Memilih kandidat yang dapat memperjuangkan kepentingan umum dan tidak mempolitisasi agama dan suku; Memilih berdasarkan suara hati dan bukan karena adanya tekanan dan pesanan tertentu; dan peka dan peduli dengan sesama pemilih, khususnya mereka yang mengalami disabilitas atau keterbatasan yang lain.

 

Kampanye Bersih Tanpa Umbar Kebencian

Sebagai kandidat, Mgr. Sensi mengatakan, seseorang harus berkampanye bersih tanpa mengumbar kebencian dan menyebar berita bohong. Selain itu, mempunyai komitmen memperjuangkan kepentingan umum dan Gereja Katolik, dan mempunyai wawasan keindonesiaan yang memadai dan kemampuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa yang saat ini masih ada. Yang tak kalah penting yaitu memiliki kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Mgr. Sensi juga menyerukan pentingnya bagi seorang kandidat yang bersih dari cacat hukum dan moral.

Sebagai Penyelenggara dan Pengawas Pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP), Mgr. Sensi menekankan pentingnya memahami dan melaksanakan secara konsisten undang-undang pemilu serta aturan yang berlaku. Selain itu, sebagai penyeleggara dan pengawas pemilu diminta untuk bekerja secara profesional dan netral; Melayani masyarakat, kandidat dan partai politik secara baik; Memberikan informasi yang cukup dan akurat kepada masyarakat terkait dengan pemilu; dan menegakkan kode etik penyelenggara pemilu secara konsisten.

Pada akhirnya, Mgr. Sensi mengharapkan kepada seluruh umat Katolik untuk ikut menciptakan suasana aman dan damai, sebelum, pada saat, dan sesudah pemilu berlangsung dengan tidak terprovokasi oleh berbagai ajakan, ajaran, dan tawaran yang mengarah pada munculnya konflik, perpecahan, dan kekerasan dalam masyarakat.

“Bersikap aktif membangun komunikasi dan kerjasama dengan kelompok dan umat beragama lain karena pesta demokrasi ini menjadi tanggung jawab semua warga masyarakat,” pungkasnya. (Ryman)