Pemulihan Ekonomi Akibat Pandemi Tetap Berpedoman Protokol Kesehatan

oleh -
Vaksin tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang. (Foto: Kompas.com)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Disamping melakukan penangan kesehatan selama pandemi Covid-19 di tahun 2020, pemerintah juga terus berupaya memulihkan sektor perekonomian yang terdampak pandemi.

Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, dua hal itu menjadi fokus utama dan harus dilaksanakan secara berhati-hati selama masa pandemi Covid-19.

“Prinsip yang selalu dipegang pemerintah, pembukaan sektor perekonomian di tengah pandemi Covid-19 selalu berpedoman pada protokol kesehatan dan ketentuan terkait lainnya yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penularan,” ungkapnya dalam agenda keterangan pers “Covid-19 : Refleksi Akhir Tahun 2020 dan Menuju 2021” di Gedung BNPB, Kamis (31/12/2020) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah fokus membantu sektor perekonomian untuk bertahan dan juga pulih pada masa pandemi Covid-19. Realisasi penyaluran PEN per 23 Desember 2020, sudah mencapai Rp502,71 triliun atau 72,3% dari total anggaran Rp695,2 triliun. Selain ditujukan untuk pemulihan sektor perekonomian, alokasi anggaran juga difokuskan pada program bantuan sosial (bansos) yang diberikan kepada masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.

Selama masa pandemi, pemerintah sangat berhati-hati dalam menyusun kebijakan termasuk pembukaan sektor sosial dan ekonomi. Karena pada satu sisi pemerintah ingin melindungi masyarakat dari penularan, sedang di sisi lain kedua sektor yang penopang kesejahteraan masyarakat tidak bisa dilumpuhkan secara total.

Oleh karena itu, dalam mengambil keputusan pemerintah sangat berhati-hati dengan berlandaskan pada besar risiko penularan dan besar dampaknya pada sektor ekonomi. “Pada prinsipnya, peraturan pembatasan kegiatan sosial ekonomi bertujuan untuk keselamatan dan kesehatan bersama,” jelas Wiku.

Untuk itu dalam mempercepat penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi di Indonesia, per 20 Juli 2020 pemerintah memutuskan untuk mengubah struktur organisasi terkait Covid-19. Yang semula penangan Covid-19 dilakukan Gugus Tugas Covid-19 berubah namanya menjadi Satgas Penanganan Covid-19 yang khusus menangani pandemi Covid-19, dan Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang fokus memulihkan sektor perekonomian akibat pandemi.

Kedua satuan tugas itu berada di bawah Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). “Perubahan struktur organisasi ini merupakan milestone yang sangat penting, untuk memastikan seluruh program yang sudah ditentukan dapat dikoordinasikan, dijalankan dengan baik, dan juga dievaluasi dengan baik pula sehingga penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional dapat berjalan efektif dsn tepat sasaran,” lanjut Wiku.

Untuk itu, Wiku berpesan bahwa seluruh upaya penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional sudah sepatutnya menjadi modal emas pembelajaran bagi bangsa Indonesia. Pembelajaran ini dalam hal menghadapi tantangan, khususnya wabah penyakit menular yang berpotensi dapat terjadi di kemudian hari dan dialami generasi berikutnya.

 

Sosialisasi Perubahan Perilaku

Dalam penanganan pandemi Covid-19 tahun 2020, salah satu tantangan berat yang dihadapi pemerintah ialah aspek perubahan perilaku. Karena pada dasarnya Covid-19 adalah penyakit yang sangat erat hubungannya dengan perilaku masyarakat.

Untuk itu, Pemerintah telah membuat sistem monitoring Bersatu Lawan Covid-19 (BLC) Perubahan Perilaku untuk menekan penularan dan mengendalikan pandemi Covid-19.

Wiku menjelaskan bahwa peluang transmisi penularan virus Covid-19 dipengaruhi kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan. “Kami sangat memahami bahwa pada awalnya mengubah sebuah perilaku dan mengadaptasi perilaku lain, tidaklah mudah. Namun bukan tidak mungkin,” katanya.

Untuk itu pemerintah telah menerapkan operasi yustisi untuk menegakkan peraturan disiplin protokol kesehatan. Dan juga bagi masyarakat yang tidak patuh, akan dijatuhi sanksi. Dan hal ini mengacu pada Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus.

Dalam Inpres, pemerintah daerah dengan menjalankan prinsip desentralisasi mampu menjalankan tugasnya menyelenggarakan operasi yustisi dan operasionalnya dapat disesuaikan karakteristik daerah. Dan pemerintah pusat tetap memonitor pelaksanaan pengawasan kepatuhan protokol kesehatan khususnya di titik-titik rawan keramaian.

Seperti tempat ibadah, olahraga publik, restoran atau kedai, warung, tempat wisata, pasar tradisional dan mall. Dalam mengawasi kepatuhan, pemerintah menggunakan sistem monitoring BLC. Sistem ini dilaksanakan melalui pengawasan yang dilakukan para partisipan mulai anggota TNI/Polri/Satpol-PP, relawan dan petugas Satuan Tugas Covid-19 daerah.

Untuk titik pengawasan tersebar pada 512 kabupaten/kota. Dari jumlah itu, 20,6% yang patuh dalam memakai masker dan 16,9% yang patuh dalam menjaga jarak dan menjauhi kerumunan. “Nyatanya, kepatuhan masyarakat yang rendah dalam memakai masker dan menjaga jarak menjadi kontributor dalam peningkatan penularan Covid-19,” lanjut Wiku.

Tingkat kepatuhan ternyata membawa dampak pada kenaikan kasus Covid-19 beberapa waktu terakhir di Indonesia. Untuk itu, Wiku meminta data tersebut dapat dijadikan refleksi dalam meningkatkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan pada tahun 2021.

“Oleh karena itu, mari kita tingkatkan kepatuhan dalam memakai masker dan menjaga jarak sehingga dapat menghindari potensi penularan yang terjadi,” pesan Wiku.

Wiku juga mengingatkan bahwa penyumbang kasus positif Covid-19 berasal dari kota-kota besar di pulau Jawa. Karena itu peningkatan kasus di kota-kota besar di Pulau Jawa harus bisa dikendalikan. Sehingga kondisi kasus Covid-19 secara nasional dapat menurun dengan drastis. Hal ini akan membawa manfaat bagi produktivitas masyarakat kembali seperti semula.

Untuk itu para pimpinan daerah diminta serius menangani perkembangan kasus Covid-19 di daerahnya. Karena hal itu akan bermanfaat besar bagi penanganan pandemi Covid-19 secara nasional.

 

Distribusi Almatkes

Pemerintah juga telah melakukan sejumlah upaya dalam penanganan pandemi Covid-19 selama tahun 2020. Yaitu dengan menerapkan kebijakan gas dan rem pembukaan sektor perekonomian, monitoring perubahan perilaku, distribusi alat dan material kesehatan (almatkes) dan pemberian stimulus serta bantuan sosial.

Wiku menyebutkan salah satu upaya penanganan kesehatan adalah dengan distribusi alat dan material kesehatan. Tujuannya untuk melindungi para tenaga medis dan masyarakat yang ikut terlibat dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

“Dan distribusi ini dilakukan untuk memastikan perlindungan kepada dokter, tenaga kesehatan dan seluruh masyarakat yang berjuang melakukan kegiatan penanganan di seluruh wilayah Indonesia,” katanya.

Hingga 29 Desember 2020, pemerintah telah mendistribusikan alat material kesehatan yang terdiri dari alat pelindung diri (APD), masker bedah, masker N95, medical gloves, portable ventilator rapid test, reagen PCR dan reagen RNA ke seluruh wilayah Indonesia.

Rinciannya, distribusi APD sebanyak 9,7 juta unit, masker medis sebanyak 25,1 juta unit, masker N95 sebanyak 7,8 juta unit, portable ventilator sebanyak 1.310 uni, rapid test sebanyak 1,1 juta unit, reagen PCR sebanyak 5,8 juta unit dan reagen RNA sebanyak 3,8 juta unit. (Ryman)