Sosiolog UI Sarankan Upaya Mediasi Atas Kasus Robertus Robert

oleh -
Robertus Robet. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.COM — Sangat disayangkan dalam situasi politik yang memanas seiring dengan Pilpres 2019 seperti saat ini, Robertus Robert (RR) cukup provokatif menyanyikan plesetan Mars ABRI yang populer saat gerakan reformasi 1998 yang lalu itu.

Sosiolog Unversitas Indonesia Kastorius Sinaga menilai bahwa RR kurang antisipatif dan tidak waspada bila penggalan plesetan mars yang dia nyanyikan di acara Kamisan di depan istana tersebut akan dapat memicu masalah bagi dirinya dan masyarakat. Meski sebenarnya maksud orasi yang bersangkutan, bila orasi RR utuh didengar/dibaca, secara substantif tidaklah bertujuan untuk menghina institusi TNI sekarang ini. Namun sebaliknya, Robertus justru ingin mencegah kembalinya “Dwifungsi ABRI” ke dalam kehidupan bernegara seiring dengan kontroversi statemen Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan baru-baru ini tentang polemik pengisian perwira TNI aktif di jabatan sipil yang strategis.

“Dapat kita pahami bahwa kekwatiran masyarakat sipil, yang sepertinya direpresentasikan oleh Robertus Robert, akan kembalinya dwifungsi ABRI didasarkan pada komitmen yang tinggi dari kalangan ini untuk tetap mengawal proses demokratisasi yang memang mensyaratkan netralitas dan profesionalitas TNI sebagaimana juga diatur dalam ketentuan UU bidang TNI dan UU Pertahanan,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (7/3).

Karena itu, menurut Kastorius, sudah tepat bahwa penyidik Polri dengan cepat menjemput dan memanggil RR untuk dimintai keterangan. Tindakan proaktif kepolisian ini bertujuan sebagai upaya preventif agar insiden tersebut tidak memunculkan ekses negatif terhadap situasi kamtibnas yang memang harus dijaga saat ini dan kedepan.

Robertus Robert telah meminta maaf secara terbuka khususnya ke pihak institusi TNI dan ke masyarakat umum. Dalam konteks ini, Kapuspen TNI juga sudah memberi keterangan resmi di media massa dan mengatakan dengan arif bahwa insiden tersebut tidak berdampak kepada penistiaan institusi TNI saat ini.

“Karenanya saya mengajak agar semua pihak perlu menempatkan kasus ini secara arif, berimbang disertai upaya “cooling down” dengan melihat berbagai aspek termasuk menjaga agar kelompok masyarakat sipil (civil society) tetap bersemangat, tanpa dicekam rasa takut berlebihan untuk mengawal proses demokratisasi dan kebebasan berpendapat di depan umum. Tentu rambu-rambu hukum perlu diperhatikan sebagai acuan di dalam upaya memajukan demokrasi di negara ini,” ujarnya.

Atas dasar itu, Kastorius menyarankan agar penyidik Polri, atas dasar penyelidikan yang telah dilakukan, segera melakukan klarifikasi secara komprehensif atas insiden ini termasuk tiadanya rencana/niat jahat (mens rea) dari Robertus Robert untuk menistakan institusi TNI yang sekarang ini.

“Karenanya juga, saya berharap agar pihak kepolisian tidak memilih pendekatan represif dalam bentuk penahanan atas  Robertus Robert dan lebih mengutamakan pendekatan ADR (alternative dispute resolution) berupa upaya mediasi penyelasaian masalah secara damai termasuk dengan melibatkan stakeholder TNI yg dipandang dirugikan dalam insiden ini,” pungkasnya. (Ryman)