Pilpres 2019, 2 Paslon Lebih Baik Daripada 3

oleh -
Emrus Sihombing


Oleh: Emrus Sihombing

Pendaftaran Paslon Pilpres 2019 sudah di depan mata. Para partai pengusung harus mendaftarkan Balon “jagoannya” awal Agustus 2018 di KPU. Karena itu, perbincangan komposisi dan jumlah pasangan Balon semakin mengemuka.

Para aktor politik sebagai representasi partai politik pengusung Balon Pilpres 2019 sudah saling menjajaki, melirik dan mendekati. Intensitas komunikasi politik di panggung depan dan belakang semakin meningkat.

Sesekali para aktor politik tersebut melontarkan pandangannya ke ruang publik untuk membangun opini publik yang bertujuan meningkatkan posisi tawar antar sesama partai politik dan membangun positioning Balon Capres serta Balon Cawapres untuk kemungkinan dipasangkan.

Komunikasi politik membangun Paslon semacam itu, saya sebut sebagai penciptaan kerjasama politik, bukan membentuk koalisi.

Sebab, komunikasi politik yang sedang dilakukan tersebut untuk mencapai kesepakatan politik lebih pada mengedepankan membentuk pasangan Balon. Jadi, belum menciptakan koalisi atas ideologi perjuangan politik yang lebih substansial.

Dengan demikian, komunikasi politik dalam rangka kerja sama politik membentuk pasangan Balon memunculkan wacana tiga pasangan Balon.

Dari aspek normatif, membentuk tiga pasangan Balon, bisa saja dilakukan. Namun dari aspek demokrasi yang berlaku di Indonesia, dua atau tiga Paslon tidak ada bedanya. Sebab, pemenang pada putaran pertama, tidak otomatis menjadi Presiden dan Wakil Presiden, tidak seperti pada seluruh Pilkada di Indonesia, kecuali DKI Jakarta.

Pemenang pertama dan kedua masuk pada putaran kedua untuk menentukan pemenang. Dengan demikian, tetap berujung pada dua Paslon.