Mencegah Utang Luar Negeri Gali Lubang Tutup Lubang

oleh -
ilustrasi

Secara khusus, Gede menyoroti perihal rasio utang yang lebih tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia. Sejak 1990-an, kata dia, rasio utang yang secara internasional digunakan untuk menggambarkan keberlanjutan utang eksternal negara-negara berpendapatan menengah ke bawah adalah debt service to export ratio (DSER). Bukan debt to GDP ratio. Nilai batas atas yang aman untuk DSER adalah 15-20%.

Dalam artikel yang disebar di media, Nufransa Wira Sakti antara lain menyatakan bahwa nilai DSER Indonesia yang disebut RR sebesar 39 persen adalah keliru. Padahal, menurut Gede Sandra, berdasarkan data Bank Dunia(https://data.worldbank.org/indicator/DT.TDS.DECT.EX.ZS?locations=ID), DSER Indonesia benar nilainya 39,6 persen. ”Taruhlah kita memakai data (Nufransa) yang menggunakan data DSR Indonesia dengan rasio 34%. Itu sama saja, tetap jauh di atas batas atas yang diizinkan (15-20%). Sebagai perbandingan, negara-negara tetangga Indonesia di ASEAN memiliki nilai DSER/DSR rata-rata di bawah 10%. Masih sangat aman,” tuturnya.

Gede Sandra juga menyoroti pernyataan kritis RR terkait tingkat bunga (yield) surat utang Indonesia. Kata dia, Indonesia seharusnya dapat menghindari kerugian akibat pemasangan yield yang ketinggian selama ini. Dibandingkan dengan Vietnam yang rating-nya di bawah Indonesia, bahkan belum masuk investment grade,ternyata tingkat yield surat utang Indonesia masih ketinggian 1%. Ini tentu sangat merugikan. ”Terkait itu, RR sudah memberikan solusi agar Menteri Keuangan menukar utang-utang Indonesia yang bunganya ketinggian dengan utang yang bunganya lebih rendah,” kata Gede.