Sekjen ESDM Bebeberkan Kemajuan Pembangunan Infrastrukur Energi Berkeadilan

oleh -
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial di Jakarta. (Foto: Esdm.go.id).

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Dengan prinsip Energi Berkeadilan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya menyediakan energi ke seluruh pelosok nusantara.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan tantangannya tak hanya menyediakan energi secara merata tapi juga dengan harga yang harus terjangkau. Pembangunan infrastrukur dan program pro rakyat, itu yang dipercepat dan diperluas.

“Tantangannya adalah bagaimana cara menyediakan energi secara merata ke seluruh pelosok negeri, tetapi dengan harga yang terjangkau. Dengan meratanya energi hingga ke lokasi-lokasi terpencil, akan mendorong pertumbuhan lapangan pekerjaan, perekonomian, dan investasi serta kehidupan masyarakat yang lebih produktif,” ujar Ego di Jakarta, Jumat (26/4).

Selain itu, infrastruktur yang juga strategis adalah fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) yang wajib dilakukan. Kini tidak boleh lagi ekspor bahan mentah begitu saja. Untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dan penerimaan negara, perusahaan tambang diwajibkan membangun smelter.

“Saat ini terdapat 26 smelter, sedangkan yang sedang progress maupun perencanaan sekitar 34 smelter. Total nanti kita punya kurang lebih 60 smelter, yang dibangun bertahap,” jelasnya dikutip esdm.go.id.

Smelter untuk komoditi nikel saat ini adalah yang terbanyak dengan jumlah 16 smelter dan rencananya akan dibangun 19 smelter lagi. Selanjutnya bauksit, 2 telah dibangun dan akan dibangun lagi 5 smelter.

“Kemudian tembaga, 2 dari 6 smelter sudah dibangun. Untuk besi saat ini 4 smelter dan akan dibangun 3 smelter lagi. Sementara untuk komoditas mangan sudah dibangun 2 smelter. Sedangkan untuk timbal dan seng masing-masing akan dibangun 2 dan 1 smelter” terang Ego.

Kementerian ESDM melakukan pembangunan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat Indonesia hingga pelosok, terutama pembangunan program pro rakyat. Menurut Ego, program pro rakyat yang menjadi prioritas karena bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat adalah listrik dan bahan bakar minyak dan gas.

“Setiap orang membutuhkan listrik. Listrik dianggap bisa mengubah peradaban. Terkait infrastruktur, yang pertama tugas kita adalah penyediaan listrik. Yang kedua adalah terkait bahan bakar, seperti pembangunan kilang dan infrastruktur lainnya seperti pipa jaringan gas,” tandasnya.

Di subsektor listrik, hingga triwulan I 2019 rasio elektrifikasi sudah melebihi target. Capaian rasio elektrifikasi secara nasional adalah 98,5 persen, di atas target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2018 sebesar 97,5%. Pembangunan infrastruktur di subsektor ini meliputi program 35.000 MW, termasuk membangun dua Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Sidrap dan Jeneponto, di Provinsi Sulawesi Selatan.

“Capaian rasio elektrifikasi saat ini 98,5% telah melampaui target. Namun, masih ada sekitar 1,2 juta rumah tangga yang belum memperoleh listrik. Target kami tahun ini adalah mewujudkan rasio elektrifikasi hingga 99,9%. Lalu program 35.000 MW, yang hingga triwulan I 2019 sudah beroperasi 3.467 MW. Yang sedang dalam tahap konstruksi sekitar 20.126 MW, lainnya masih dalam tahap perencanaan dan lelang. Kita harapkan pada 2024 atau 2025 target ini tercapai 100%, sejalan dengan kebutuhan listrik masyarakat. Kita juga sudah membangun PLTB di Sidrap dan Jeneponto, Sulawesi Selatan,” tutur Ego.

Untuk pembangunan kilang minyak, Pemerintah juga bekerja sama dengan investor global, contohnya pengembangan kilang Tuban yang dilakukan PT Pertamina. “Agar pembangunan kilang ini segera terwujud, PT Pertamina diharapkan bermitra dengan investor global, prosesnya business to business. Pembangunan kilang minyak baru membutuhkan biaya besar, tentu jika sharing investment bisa lebih baik.” ujar Ego.

Selain kilang, imbuh Ego, Kementerian ESDM juga membangun floating storage regasification unit (FSRU) atau terminal gas terapung. “Infrastruktur lainnya di bidang migas ada kita bangun FSRU atau terminal gas terapung, sudah ada 2, di Jawa Barat dan Lampung. Jadi sekarang, distribusi gas tidak semuanya lewat pipa, untuk memudahkan pengiriman antarpulau hingga antarnegara, kita gunakan FSRU,” jelas Ego.

Terkait kendala dalam pembangunan infrastruktur, Ego mengaku tidak ada kendala yang berarti. Pemerintah, menurutnya siap melakukan pembangunan. “Sebenarnya tidak ada kendala berarti. Pemerintah siap melakukan pembangunan, tentunya yang sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Pemerintah juga mengejar peran dunia usaha agar bahu membahu. Pendanaan melalui APBN dan pembebasan lahan memang menjadi kendala. Namun berkat sosialisasi dan kerja sama dengan Pemerintah Daerah, kesadaran semua pihak sudah mulai bertambah,” Ego menambahkan.

Terakhir, Ego menjelaskan terobosan yang telah dilakukan Kementerian ESDM untuk mengatasi kendala pada pembangunan infrastruktur di sektor ESDM. Ego mengatakan Kementerian ESDM telah menghapus regulasi yang menghambat dunia usaha dan melakukan terobosan pada sisi kelembagaan.

“Tahun 2018 kita telah menghapus 186 regulasi. Kita pangkas perizinan dan birokrasi untuk menciptakan iklim investment friendly. Dari sisi kelembagaan kita juga melakukan terobosan. Kita menambah direktorat infrastruktur di Direktorat Jenderal Migas dan Direktorat Jenderal EBTKE. Pada 2018, anggaran kita Rp 6,57 triliun, lebih dari setengah atau 54% dialokasikan untuk program pro rakyat, yakni jaringan gas kota, membagikan konverter kit untuk nelayan, serta membagikan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi di daerah yang belum berlistrik,” pungkas Ego. (Ryman)