Rm Rofinus Neto: Semangat Kepahlawanan Harus Melahirkan Kemartiran

oleh -
Rm Rofinus Neto Wuli, S. Fil. M.Si (Han) dalam Diskusi Kebangsaan bertajuk “Demokrasi dan Konsensus Bersama dalam Bernegara”, di Gedung Pastoral St Paulus Depok, Minggu (11/11/2018). (Foto: Jendela Nasional)

JENDELANASIONAL.COM — Seorang politisi Katolik membutuhkan integritas pelayanan dalam seluruh aktivitasnya. Dia adalah seorang pemimpin yang memiliki semangat pelayanan, servant leadership.

Hal itu dikemukakan Rm Rofinus Neto Wuli, S. Fil. M.Si (Han) dalam Diskusi Kebangsaan bertajuk “Demokrasi dan Konsensus Bersama dalam Bernegara”, di Gedung Pastoral St Paulus Depok, Minggu (11/11/2018).

Diskusi ini diselengggarakan oleh DPD ISKA Depok, Pemuda Katolik dan WKRI Kota Depok. Hadir pula para calon legislatif untuk DPR RI, DPRD I, dan DPRD II yang beragama Katolik, serta tokoh masyarakat.

Menurut Pastor Tentara ini, semangat melayani merupakan panggilan perutusan seorang Katolik. “Kita dipanggil untuk semakin beriman, semakin bersaudara, dan semakin berbelarasa,” ujarnya.

Seorang Katolik juga harus memiliki politik kebangsaan, yang dicirikan oleh empat hal. Pertama, harus menjunjung tinggi 4 konsesus dasar yaitu Pancasila, UUD’45, GBHN, dan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa.

Kedua, dapat berkomunikasi dengan baik tanpa membedakan-bedakan orang. Ketiga, selalu melakukan hal-hal konstitusional kepada pihak lain. Dan keempat, menjunjung tinggi kehidupan berdemokrasi.

Romo Roni mengatakan, salah satu contoh tokoh katolik yaitu IJ Kasimo, yang telah mendapatkan gelar pahlawan pada 2011 lalu. Kasimo dalam seluruh hidupnya telah memberi contoh semangat kemartiran bagi kita. Semangat kepahlawanannya terejawantah dalam semangat cinta tanah air.

“Semangat kepahlawanan di lingkungan katolik harus melahirkan kemartiran. Salah satu penghayatan kepahlawanan dan kemartiran itu yakni cinta tanah air,” tegas alumus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero ini.

Seluruh tindakan dan tutur kata seorang Katolik harus keluar dari semangat cinta, dan rela berkorban. Karena itu, walau berbeda-beda dalam pengabdian di tengah dunia, seorang Katolik harus memiliki iman yang satu dan sama.

“Kita harus satu dalam iman, tapi aneka dalam aksi di tengah dunia,” ujarnya.