Mendesak, Badan Eksektif dan Legislatif Segera Bikin Proposal Perubahan RUU Pilkada

oleh -
Proposal Undang-Undang Pilkada

JAKARTA-Analis Hukum Tata Negara Benny Sabdo menegaskan, para eksekutif dan legislatif di negara ini harus berpegang pada visi bagaimana memperkuat sistem presidensial dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal ini disampaikan Benny sebagai bentuk tanggapan terhadap wacana perubahan Undang-Undang Pilkada.

Menurutnya, badan eksekutif dan legislatif harus segera membuat proposal perubahan RUU Pilkada.

“Diskursus publik jangan hanya direduksi dengan wacana karena pilkada berbiaya mahal sehingga mendorong motivasi korupsi bagi kepala daerah,” tegas Benny di kawasan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, 12/4.

“Selama ini kebijakan pemerintah pusat kerap kali tidak sinkron dengan pemerintah daerah. Padahal dalam perspektif negara kesatuan pemerintah daerah itu tidak pernah akan ada, jika tidak ada pemerintah pusat,” urai Alumnus Program Pascasarjana Fakultas Hukum UI ini.

Benny memaparkan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945: “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.”

Jadi Pilkada itu bukan rezim Pemilu. Menurutnya, pilihan politik hukum pilkada langsung maupun tidak langsung mutlak diserahkan kepada pembuat undang-undang, bersifat open legal policy.

“Ketentuan konstitusi hanya menyebut dipilih secara demokratis, jadi tidak harus pilkada langsung, dapat juga sebaliknya,” ungkapnya.

Bennya juga mendesak eksekutif dan legislatif segera mengundang civil society, akademikus, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu untuk membahas wacana perubahan Undang-Undang Pilkada ini.

“Diskursus publik harus diperkaya. Namanya demokrasi memang berbiaya mahal. Juga tidak ada jaminan jika pilkada melalui DPRD tidak ada politik uang. Bisa jadi justru lebih mahal biayanya. Jadi proyek baru bagi partai politik,” jelas Pengajar Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta ini.

Benny memberikan catatan demokrasi harus memperkokoh rasa persatuan-kesatuan bagi warga negara sekaligus dapat mendistribusikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembuat undang-undang harus mengacu pada visi memperkuat sistem presidensial dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Jadi eksekutif dan legislatif sebagai pihak pembuat undang-undang harus berpikir visioner, tidak cupet hanya berpikir jangka pendek pragmatis,” ujarnya.