PLN Bangun Jaringan Listrik Jawa-Bali Lintas Laut Awal 2019

oleh -
Perusahaan Listrik Negara (PLN) berencana membangun jaringan listrik Jawa Bali Crossing (JBC). (Foto: ilustrasi)

DENPASAR – Perusahaan Listrik Negara (PLN) berencana membangun jaringan listrik Jawa Bali Crossing (JBC). Jaringan ini akan dibangun dengan sistem bentangan kabel sejauh 2,68 kilometer dari Banyuwangi ke Buleleng, Bali.

Pilihan ini dilakukan karena nilai investasi sistem kabel bawah laut akan lebih tinggi. Selain itu, waktu pengerjaan akan lebih lama dengan risiko sangat tinggi.

“Sistem crossing lebih efektif dari sisi pembiayaan dan waktu,” kata GM PLN wilayah Bali, Nyoman Joni, Rabu (24/1/2018) seperti dikutip Kompas.com.

Dalam rancangannya, di dua titik akan didirikan tiang menara setinggi 376 meter. Kemudian kabel direntangkan dengan ketinggian minimal 70 meter di atas permukaan laut.

“Sudah dipertimbangkan lalu lintas transportasi laut, sehingga rancangan kita ketinggian kabel minimal 70 meter di atas permukaan laut,” kata Nyoman.

Proyek ini menelan anggaran Rp 4,8 triliun. Dengan rincian pembangunan instalasi dari Payton sampai gardu induk Antosari, Banyuwangi sebesar 3,5 rriliun. Sedangkan untuk JBC menelan biaya Rp 1,3 triliun.

Dia berharap, proyek ini dapat dimulai pada awal 2019 mendatang. Sebab, saat ini masih mengalami hambatan perizinan lokasi dan penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat.

“Kita berharap bisa segera dilaksanakan. Jika tidak akan mengancam pasokan listrik Bali pada 2020 mendatang,” kata Nyoman.

Menurut data PLN, saat ini konsumsi listrik di Pulau Bali pada beban puncak mencapai 853 MW. Sedangkan kapasitas listrik yang tersedia sebesar 960 MW. Karena itu, diperlukan pasokan cadangan untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan daya. Terutama untuk mengantisipasi lonjakan permintaan 5 sampai 10 tahun mendatang.

Jika sudah beroperasi, JBC ini dapat memasok tambahan cadangan daya sebesar 280 MW. Jika tidak segera dibangun, maka pada 2020 jumlah pasokan dan kebutuhan listrik akan berimbang. Jika ada satu saja pembangkit mengalami gangguan atau perawatan rutin, maka pemadaman tidak dapat dihindari.

“Perlu dibangun lagi karena perhitungkan pertumbuhan permintaan atau konsumsi,” pungkas Wayan.