ISKA dan 4 Organisasi Katolik Kumpulkan Donasi untuk Anak-anak Asmat

oleh -
Seorang anak balita menderita campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Propinsi Papua (Foto: Romo Hendrikus Hada Pr)

JAKARTA – Derita anak-anak di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua belum berakhir. Hingga Rabu (17/1), sekitar 67 anak bawah lima tahun (balita) di kabupaten tersebut meninggal dunia akibat campak dan gizi buruk yang melanda wilayah itu sejak September lalu.

Pemerintah setempat telah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) atas peristiwa tersebut. Presiden Joko Widodo juga telah mengirim tim khusus untuk mengatasi tragedi tersebut.

Tragedi ini mendorong lima organisasi Katolik untuk turun tangan membantu anak-anak Asmat dengan membentuk Gerakan Solidaritas Asmat.

Koordinator Gerakan Solidaritas Asmat Yulius Setiarto mengatakan, ada lima organisasi Katolik yang terlibat dalam gerakan solidaritas Asmat tersebut yaitu Forum Masyarakat Katolik Indonesia Keuskupan Agung Jakarta (FMKI-KAJ), Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Pemuda Katolik (PK), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI).

Dia mengatakan kelompok ini telah mulai mengumpulkan donasi dari umat Katolik di seluruh negeri sejak 16 Januari lalu. Uang yang terkumpul akan dikirim ke Keuskupan Agats-Asmat.

“Tim dari keuskupan yang akan membelanjakan kebutuhan dan mendistribusikannya ke daerah-daerah yang membutuhkan. Manakala ada kebutuhan yang lebih mendesak dan tidak bisa dicari di Papua, kami akan berkoordinasi dengan jaringan yang kami punya untuk mengirimkannya ke sana,” katanya seperti dikutip ucanews.com.

Terpisah, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat Steven Langi mengatakan, lebih dari 560 anak telah menjalani rawat jalan dan rawat inap di satu-satunya rumah sakit milik pemerintah setempat sejak wabah tersebut muncul empat bulan lalu. Sekitar 15 anak masih dirawat di RSUD Asmat.

“Penambahkan jumlah dokter diperlukan untuk mencegah wabah campak dan gizi buruk menjadi semakin memburuk. Kabupaten Asmat memiliki 26 dokter yang melayani lebih dari 90.000 penduduk,” ujarnya.

Ketua STF Fajar Timur di Abepura, yang juga koordinator Jaringan Damai Papua, Pastor Neles Tebay mengatakan, Asmat selama ini kekurangan dokter. Kampung-kampung yang terisolir dan rendahnya kesadaran orang Papua dalam hidup sehat, menjadi faktor penyebab meluasnya wabah tersebut.

Karena itu, dia meminta warga Papua untuk berpikir dan terlibat dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan dan mengupayakan hidup sehat.

“Penanganan masalah kesehatan dan promosi hidup sehat di Tanah Papua mesti dipandang sebagai tanggungjawab dari setiap dan semua pemangku kepentingan, termasuk orang Papua,” katanya.

Pastor Hendrikus Hada, koordinator tim bantuan dari Keuskupan Agats-Asmat, mengatakan timnya telah berkoordinasi dengan pemerintah setempat soal distribusi bantuan.

Dinas Kesehatan Propinsi serta berbagai organisasi dan individu juga telah mulai mengirim bantuan ke keuskupan.

“Masalahnya banyak yang prihatin dan mau membantu tapi sulit atau tidak tahu bagaimana harus mengirim bantuan. Medannya sulit, ketersediaan transportasi terbatas,” katanya.