Kondisi Ketahanan Energi Indonesia Sangat Rentan

oleh -
Staf Ahli Direktur Logistic Supply Chain & Infrastructur Pertamina, Rifky Effendi Hardijanto (kiri) dalam diskusi “Ekonomi Era Kabinet Indonesia Maju” yang digelar Indonews bekerja sama dengan Balai Sarwono, di Jakarta, Rabu (27/11). (Foto: JN)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Kondisi ketahanan energi Indonesia dinilai sangat rentan. Mulai dari sektor hulu (upstream) hingga di hilir (downstream) berada pada kondisi yang memprihatikan.

Staf Ahli Direktur Logistic Supply Chain & Infrastructur Pertamina, Rifky Effendi Hardijanto mengatakan pada sisi hilir, level stok Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina saat ini hanya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat selama 12 hari.

“Level stok atau coverage day (CD) trennya menurun terus. Sebelum krisis ekonomi tahun 1998, stok BBM di Pertamina cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 35 hari. Namun, atas saran International Monetary Fund (IMF), setelah krisis ekonomi itu level maksium persediaan BBM diturunkan menjadi 22 hari untuk mengurangi biaya inventori,” ujarnya dalam diskusi “Ekonomi Era Kabinet Indonesia Maju” yang digelar Indonews bekerja sama dengan Balai Sarwono, di Jakarta, Rabu (27/11).

Pria yang pernah membantu Susi Pudjiastuti di Kementerian Perikanan dan Kelautan ini mengatakan, stok itu kemudian turun menjadi 17 hari ini. Itu terjadi seiring dengan makin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan BBM. Dan saat ini stok BBM hanya mampu memenuhi kebutuhan kita hanya untuk 12 hari saja.

“Bayangkan kalau tangki di motor kita sudah pada posisi E (empty atau kosong), pastik kita sudah akan  waswas. Beda kalau posisinya masih F (full),” ujarnya.

Idealnya, kata Rifky, stok BBM sebuah negara adalah harus bisa mencukupi kebutuhan selama 90 hari. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang bahkan memiliki stok BBM lebih dari 90 hari. “Sekarang Thailand dan Vietnam menuju ke sana,” ujarnya.

Untuk meningkatkan level stok BBM tersebut, katanya, dilakukan dengan meningkatkan kapasitas kilang minyak di dalam negeri. Hal itu dilakukan agar kita tidak perlu melakukan impor BBM lagi.

“Persoalannya adalah kapasitas kilang di Indoneia hanya 1,1 juta barel per hari. Sementara kebutuhannya BBM kita lebih tinggi yaitu sekitar 1,6 juta barel per hari,” ujarnya.

Karena itu, Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan telah mendorong Pertamina untuk membangun kilang di dalam negeri.

Pertamina juga telah memiliki program Refinery Development Master Plan (RDMP) untuk meningkatkan kapasitas kilang yang ada dari 1,1 juta barel per hari menjadi 2 juta barel per hari. “Namun demikian, meskipun sudah ada Perpres, ternyata progress  percepetaan eksekusi lamban sekali,” ujarnya.

Rifky mengatakan, selain meningkatkan kapasitas kilang minyak yang tersedia, salah satu langkah pendek yang bisa dilakukan yaitu dengan mengakuisisi kilang miliki negara lain di luar negeri. Misalnya, baru-baru ini kilang Shell di Malaysia berkapasitas 150.000 barel per hari diakuisisi oleh investor asal China. Kilang tersebut sebesar kilang di Balikpapan. Sayangya, investor China berhasil membayar US$ 66,3 juta. “Itu sebuah solusi yang bisa dengan cepat kita bisa lakukan,” pungkasnya. (Ryman)