Perkenalkan Katekese Kebangsaan, Dirjen Bimas Katolik Sampaikan Pentingnya Pembentukan Karakter Bangsa Melalui Pencak Silat THS-THM

oleh -
Yohanes Bayu Samodro, eks Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik (Dirjen Bimas Katolik). (Foto: FB Keuskupan Agung Jakarta)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Bangsa yang besar harus mempunyai karakter yang kuat, dan karakter itu ada dalam diri masyarakatnya.

Pengembangan karakter itu juga yang saat ini digencarkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Kementerian Agama RI bagi umat Katolik di Indonesia dengan program Katakese Kebangsaan yang menyasar seluruh umat katolik di Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Kementerian Agama RI Yohanes Bayu Samodro dalam diskusi online bertajuk ‘Pencak Silat Sebagai Sarana Pendidikan Karakter Kebangsaan Dalam Pelaksanaan Pro Patria et Eclesia’ Sabtu (2/10/2020) petang.

“Jadi katakese kebangsaan yang sedang digalakkan diangkat dari sebuah pembangunan karakter. Karena karakter kebangsaan itu diawali dari suatu kebiasaan hidup sehari-hari masyarakat,” kata Bayu seperti dikutip dari siaran pers.

Disisi lain, Bayu menyebut pembentukan karakter tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai keagamaan dan rasa nasionalisme, serta pembentukkan karakter harus dilakukan sedini mungkin dalam tiap-tiap individu.

“Katakter memancar dari olah pikir, olah hati dan olah kata serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter kebangsaan dapat diartikan menjadi suatu nilai-nilai yang baik untuk menjaga membela dan mengembangnkan suatu bangsa,” terangnya.

Untuk itu melalui katakese kebangsaan, Bayu mengajak para umat Katolik untuk berperan aktif dalam hidup menggereja di tengah-tengah umat dengan prinsip yang kuat, juga sebaliknya gereja memberikan wadah dalam program katakese kebangsaan bagi umatnya.

“Maka gagasan yang dilontarkan oleh kami dalam masa tugas kami selama lima tahun ke depan, melalui program katekese atau pengajaran iman perlu peran gereja didalamnya,” kata Bayu.

 

Pengembangan Karakter Melalui Pencak Silat

Pencak silat merupakan budaya atau warisan leluhur Indonesia yang sudah diakui oleh dunia.

Bayu mengatakan melalui pencak silat, pembentukkan karakter seseorang menjadi utuh dan kuat.

“Jelas sekali bangsa-bangsa dunia di Unesco sudah mengakui bahwa pencak silat masuk budaya tidak benda itu. Nah, pencak silat warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih hidup sampai sekarang dan sangat bernilai dalam pembentukkan jati diri dan karakter di Indonesia,” kata Bayu.

Pencak silat yang hingga kini masih berpengaruh di gereja katolik Indonesia adalah Tunggal Hati Seminari-Tunggal Hati Maria (THS-THM). THS-THM sendiri didirikan di Seminari Menengah Petrus Kanisius di Mertoyudan, Magelang pada 1983.

Menurut Bayu yang juga salah satu anggota THS-THM, peran pencak silat dalam membentuk karakter anak-anak dan warga gereja sangat penting.

Di sana, anak-anak diajarkan membangun kehidupan dengan memiliki karakter yang utuh, kuat, dan berprinsip. Mulai dari diajarkan rendah hati sampai sabar dalam menghadapi segala tantangan zaman.

“Bagaimana pencak silat secara tidak langsung bentuknya adalah para murid sedang diajarkan bagaimana membangun pendidikan karakter, bagaimana mengajarkan sikap rendah hati, bagaiamana saling menghargai, menimbulkan rasa percaya diri dan kesabaran,” ucap Bayu.

“Karakter atau konsep diri yang positif diharapkan mampu menjadi satu energi bagi satu remaja untuk bisa tetap unggul di tengah ramainya permasalahan remaja dan dinamikanya untuk pendidikan karakter,” sambung Bayu.

Dengan mengikuti olah diri pencak silat, anak-anak atau remaja yang sudah lulus ujian diharapkan mampu ikut ambil bagian serta aktif dalam pelayanan di gereja. Tentu tidak melupakan nilai-nilai nasionalisme yang ada.

Setelah aktif dalam kegiatan gereja, kader-kader yang sudah terbentuk juga diharapkan aktif dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat.

Seperti diketahui, webminar ini disiarkan juga melalui kanal YouTube HidupTV dengan dipandu Koordinator Nasional THS-THM Eugenius Kau Suni sebagai host dan juga anggota Dewan Pendiri THS-THM Maria Selastiningsih sebagai moderator serta turut hadir beberapa tokoh gereja, diantaranya Uskup Keuskupan Tanjung Selor Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF, Duta Besar RI untuk Tahta Suci Vatican Laurentius Amrih Jinangkung, Dewan Pendiri THS-THM Romo Martinus Hadiwijoyono serta ratusan peserta diskusi lainnya. (Ryman)