DPD, Senator Dengan Kekuasaan Setengah Hati

oleh -
Peneliti di Sabda Palon Institute, Ferlansius Pangalila

Selama UUD NRI 1945 ini tidak diamandemen, maka lembaga DPD ini hanya terdiri dari orang-orang yang bagaikan Pemeran Politikus Penderita dalam Sandiwara Perpolitikan di Indonesia. Parahnya lagi adalah anggaran negara tidak sedikit dihamburkan untuk DPD yang waktu lalu kinerjanya belum maksimal, malah cukup menghebohkan, yang diperankan oleh beberapa orang anggota DPD yang sama sekali tidak mencerminkan sikap wakil rakyat utusan daerah. Ada Ketua DPD yang tersangkut kasus suap (korupsi import gula), dan anggota yang berdebat kusir bahkan saling tonjok-tonjokan (berkelahi) di ruang sidang, dan yang paling aktual perebutan kekuasaan (penambahan kursi pimpinan) dalam sandiwara UU MD3. Ini bahan pertimbangan dalam melakukan evaluasi nantinya.

Bagi saudara-saudari yang akan mencalonkan diri sebagai anggota DPD, perlu memahami hal-hal ini lebih dalam lagi. Terimalah batasan kewenangan DPD sebagai fakta konstitusi kita saat ini. Dan semoga kalian tetap memberi diri secara maksimal untuk kepentingan masyarakat Daerah yang kalian wakili walau dengan penuh keterbatasan kewenangan ini. Bukan malahan belum pemilu sudah melirik partai politik, dan setelah dilantik (masih menjabat), malah berbondong-bondong masuk partai politik. Atau bahkan tidak sedikit juga yang tergiur ikut kontestasi PILKADA di berbagai daerah. Kasihan suara rakyat menjadi sia-sia. Kehilangan Utusan Daerah yang mestinya memperjuangkan aspirasi rakyat daerahnya. Jika hal ini masih terjadi maka ungkapan “DPD rasa Partai Politik” benar-benar terbukti.

Penulis adalah Pengurus ISKA DPC Kota Tomohon yang juga Peneliti di Sabda Palon Institute